Bayangkan sebuah negara yang puluhan tahun lalu hanya dikenal sebagai “pabrik dunia”, kini menjelma menjadi pusat inovasi global.
Saat Tiongkok meluncurkan roket luar angkasa, membangun kota cerdas berbasis kecerdasan buatan, dan menguasai pasar mobil listrik dunia, Indonesia masih berkutat dengan pemerataan sinyal internet dan minimnya riset teknologi.
Di tengah gap yang kian lebar ini, satu pertanyaan besar muncul: bagaimana Tiongkok bisa melesat begitu cepat, dan mengapa Indonesia masih tertinggal?
Tiongkok dan Strategi Teknologi Jangka Panjang
Kebangkitan Tiongkok bukanlah kebetulan. Sejak era Deng Xiaoping pada akhir 1970-an, Tiongkok mulai menggeser fokus ekonominya dari tertutup menjadi terbuka, dari agraria menuju industri dan teknologi.
Mereka tidak hanya menarik investasi asing, tetapi juga menanamkan investasi besar-besaran dalam riset dan pengembangan (R&D).
Pemerintah Tiongkok menyusun strategi jangka panjang seperti Made in China 2025, yang bertujuan menjadikan Tiongkok pemimpin dunia dalam 10 bidang teknologi utama, termasuk AI, robotik, dan energi terbarukan.
Kota seperti Shenzhen yang dulunya hanyalah desa nelayan, kini menjadi Silicon Valley-nya Asia, rumah bagi raksasa seperti Huawei, Tencent, dan DJI.
Rahasia di Balik Laju Inovasi Tiongkok
Keberhasilan Tiongkok tidak hanya terletak pada besarnya dana yang digelontorkan, tetapi juga pada keberanian mengambil risiko dan kemampuan menciptakan sinergi antara pemerintah, industri, dan dunia pendidikan.
Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, Math) menjadi prioritas nasional. Generasi muda didorong untuk menjadi penemu, bukan hanya pengguna.