Menjelang bulan suci Ramadan, fenomena premanisme yang berkedok pengumpulan Tunjangan Hari Raya (THR) kembali marak. Modus ini sering digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk memeras para pedagang, pemilik usaha kecil, hingga warga biasa.
Dengan dalih “tradisi” atau “kewajiban iuran THR,” mereka meminta sejumlah uang secara paksa, bahkan disertai ancaman.
Kasus seperti ini pernah terjadi di Bandung, di mana preman memalak pedagang pasar dengan meminta uang antara Rp 60 ribu hingga Rp 70 ribu per orang menjelang Lebaran. Beruntung, kepolisian berhasil mengamankan pelaku sehingga masyarakat merasa lebih aman.
Namun, masih banyak kasus lain yang tidak dilaporkan karena warga merasa takut atau menganggap hal ini sebagai sesuatu yang “sudah biasa.” Padahal, tindakan premanisme dalam bentuk apa pun tidak boleh dibiarkan!
Fenomena Premanisme Menjelang Ramadan
Tindakan premanisme meningkat setiap kali menjelang Ramadan dan Lebaran. Hal ini dipicu oleh beberapa faktor, antara lain:
- Meningkatnya aktivitas ekonomi. Banyak pedagang kecil dan pekerja yang mendapatkan penghasilan lebih menjelang Lebaran, sehingga mereka menjadi target empuk bagi para pelaku pemerasan.
- Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor. Masih ada anggapan bahwa membayar “uang keamanan” adalah hal yang wajar, padahal ini termasuk bentuk pemerasan yang melanggar hukum.
- Intimidasi dan ancaman. Pelaku sering kali mengintimidasi korban agar tidak melawan atau melaporkan kejadian tersebut.
Tahun sebelumnya, Polrestabes Bandung mencatat adanya 21 kasus tindak kejahatan, termasuk premanisme, dengan total 28 tersangka. Fakta ini menunjukkan bahwa premanisme bukan hanya isu kecil, melainkan persoalan serius yang perlu mendapat perhatian bersama.
Jangan Takut, Ini Cara Menghadapi Premanisme!