Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Lidah Boleh Kritis, tapi Tetap Manis: Seni Mereview Makanan Tanpa Menjatuhkan

13 Maret 2025   15:00 Diperbarui: 13 Maret 2025   16:57 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Review Makanan (Sumber: freepik.com)

Review Kuliner, Pisau Bermata Dua

Di era digital, ulasan makanan bukan sekadar opini pribadi, tetapi bisa menjadi pisau bermata dua. Satu review negatif yang viral bisa membuat pelanggan berpaling, sementara review positif bisa mendongkrak popularitas sebuah tempat makan. 

Sayangnya, tidak sedikit reviewer yang terlalu tajam dalam kritiknya, bahkan menjatuhkan usaha kuliner tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Lantas, bagaimana cara menyampaikan kritik kuliner yang objektif, jujur, tetapi tetap beretika?

Beberapa kesalahan umum dalam review makanan yang kerap terjadi antara lain:

  1. Overkritik Tanpa Solusi
    Banyak reviewer menuliskan keluhan, tetapi tidak memberikan saran perbaikan. Kritik seperti, "Rasanya hambar, nggak ada enak-enaknya!" hanya menyampaikan ketidakpuasan tanpa solusi yang membangun.

  2. Menggunakan Kata-Kata yang Menjatuhkan
    Kata-kata seperti "sampah", "nggak layak makan", atau "lebih baik beli di pinggir jalan" tidak hanya kasar, tetapi juga merusak reputasi pemilik usaha.

  3. Tidak Objektif
    Setiap orang memiliki selera yang berbeda. Misalnya, seseorang yang tidak suka pedas memberi review buruk pada masakan khas Padang hanya karena terlalu berbumbu.

  4. Mengabaikan Faktor Eksternal
    Kadang, pengalaman buruk bukan semata karena makanan, tetapi bisa dipengaruhi faktor lain, seperti cuaca panas yang membuat makanan terasa lebih berminyak atau kondisi restoran yang sedang ramai sehingga pelayanan lebih lambat.

Lalu bagaimana seni mengulas makanan dengan etika?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun