Ilustrasi Review Makanan (Sumber: freepik.com)
Review Kuliner, Pisau Bermata Dua
Di era digital, ulasan makanan bukan sekadar opini pribadi, tetapi bisa menjadi pisau bermata dua. Satu review negatif yang viral bisa membuat pelanggan berpaling, sementara review positif bisa mendongkrak popularitas sebuah tempat makan.Â
Sayangnya, tidak sedikit reviewer yang terlalu tajam dalam kritiknya, bahkan menjatuhkan usaha kuliner tanpa mempertimbangkan dampaknya.
Lantas, bagaimana cara menyampaikan kritik kuliner yang objektif, jujur, tetapi tetap beretika?
Beberapa kesalahan umum dalam review makanan yang kerap terjadi antara lain:
Overkritik Tanpa Solusi
Banyak reviewer menuliskan keluhan, tetapi tidak memberikan saran perbaikan. Kritik seperti, "Rasanya hambar, nggak ada enak-enaknya!" hanya menyampaikan ketidakpuasan tanpa solusi yang membangun.Menggunakan Kata-Kata yang Menjatuhkan
Kata-kata seperti "sampah", "nggak layak makan", atau "lebih baik beli di pinggir jalan" tidak hanya kasar, tetapi juga merusak reputasi pemilik usaha.Tidak Objektif
Setiap orang memiliki selera yang berbeda. Misalnya, seseorang yang tidak suka pedas memberi review buruk pada masakan khas Padang hanya karena terlalu berbumbu.Mengabaikan Faktor Eksternal
Kadang, pengalaman buruk bukan semata karena makanan, tetapi bisa dipengaruhi faktor lain, seperti cuaca panas yang membuat makanan terasa lebih berminyak atau kondisi restoran yang sedang ramai sehingga pelayanan lebih lambat.
Lalu bagaimana seni mengulas makanan dengan etika?