Saat Jodoh Tak Kunjung Tiba: Antara Harapan dan Tekanan Sosial
"Usia sudah kepala tiga, kapan nikah?"
"Jangan lama-lama pilih-pilih, nanti keburu habis!"
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini kerap terdengar di telinga perempuan yang belum menikah saat usia mulai menginjak 30 tahun.Â
Di tengah perubahan zaman yang semakin modern, stigma pernikahan di usia tertentu masih menjadi bayang-bayang menakutkan. Seolah-olah ada tenggat waktu yang tak tertulis bagi perempuan untuk segera mengakhiri masa lajangnya.
Dulu, menikah di usia belasan adalah hal yang wajar. Namun, seiring berkembangnya zaman, terjadi pergeseran usia ideal pernikahan menjadi sekitar 25 tahun.Â
Alasannya? Pendidikan dan karir menjadi prioritas utama. Perempuan semakin menyadari pentingnya memiliki kemandirian finansial dan pengembangan diri sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.
Namun, mengapa usia 30 menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian perempuan? Mengapa tekanan sosial masih begitu kuat menekan perempuan lajang di usia matang?
Ketika Usia Menjadi Label
Di masyarakat kita, perempuan yang belum menikah di usia 30 tahun kerap kali dilabeli "terlalu pilih-pilih" atau "terlalu fokus pada karir."Â
Lebih parah lagi, ada yang menganggap mereka "terlalu mandiri" sehingga sulit menemukan pasangan yang sepadan. Padahal, tidak semua perempuan yang belum menikah memiliki standar tinggi atau enggan berkomitmen.
"Saya sudah berusaha membuka hati, tapi memang belum menemukan yang cocok," ungkap Dina (32), seorang pegawai swasta. Ia mengaku sering merasa tertekan dengan pertanyaan seputar pernikahan dari keluarga besar saat kumpul-kumpul.