Mohon tunggu...
Nuning Listi
Nuning Listi Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga biasa yang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Logika, Provokasi dan Literasi Pandemi

1 Agustus 2021   09:40 Diperbarui: 1 Agustus 2021   09:56 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vaksinasi - farmalkes.kemkes.go.id

Dalam kondisi yang serba tidak menentu, terkadang logika tidak bekerja. Emosional terkadang justru pegang kendalai dalam setiap pengambilan keputusan. Kondisi seperti ini mungkin banyak dialami oleh masyarakat. Terlebih di masa sulit seperti saat ini. 

Tak jarang masyarakat memilih jalan pintas, tanpa harus memikirkan dampak yang dimunculkan. Dan di masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini, banyak sekali masyarakat yang melakukan pola pikir jalan pintas. Terlebih informasi yang mereka dapatkan mengandung kebencian. Dengan mudah amarah yang ada dalam diri bisa meledak.

Penting kita tetap harus menjaga logika berpikir. Baik itu di masa pandemic ataupun nanti ketika pandemi telah berlalu. Tuhan telah memberikan kita akal, pikiran dan perasaan. 

Semestinya bisa kita gunakan untuk menentukan sikap yang akan diambil, sebagai respon atas sebuah peristiwa. Jika logika kita mengatakan tidak, cek ricek lah hal tersebut pada sumber yang valid. Jika memang mengarah seperti yang logika kita pikiran, maka jalankan.

Di masa pandemi seperti sekarang ini, informasi yang berkembang begitu liar. Jika kita tidak bisa memilah mana yang benar dan mana yang tidak, kita akan kesulitan sendiri mamahami informasi tersebut. Dalam konteks pandemi misalnya, banyak sekali pemahaman yang keliru yang berkembang di masyarakat. 

Kebijakan pemerintah seringkali dimaknai sebagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat, tidak solutif dan lain sebagainya. Sebagai bentuk protes, anjuran terkait covid-19 banyak yang dilanggar.

Narasi yang dimunculkan di media sosial cenderung provokatif dan mengandung kebencian. Masyarakat yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, tentu akan mengartikan berdasarkan pemahamannya masing-masing.

 Di masa pandemi ini saja, sempat muncul narasi yang membentulkan antara kebijakan pemerintah dengan aktifitas keagamaan. Pembatasan aktifitas peribadahan di masa PPKM, sempat dimaknai sebagai tidak berpihak pada agama, membatasi aktifitas peribadahan dan segala macamnya. Ironisnya, ada juga tokoh agama, tokoh publik, yang ikut memperkeruh suasana dan tidak memberikan edukasi yang benar ke masyarakat.

Setelah setahun berlalu, narasi yang dimunculkan kemudian mulai berbeda. Kondisi perekonomian yang melambat, perusahaan banyak yang gulung tikar, lalu dibenturkan dengan kebijakan PPKM yang membatasi aktifitas orang dan barang. Kebijakan PSBB atau PPKM dibingkai sebagai kebijakan yang tidak berpihak dan mematikan penghasilan masyarakat. Benarkah seperti itu? Mari kita cek. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun