Sekitar lima sampai tujuh tahun lalu, kita dikejutkan oleh keluarga seorang pejabat di wilayah Batam yang meninggalkan Indonesia dan pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Dia membawa serta istri dan anak-anaknya ke sana.
Memang mengejutkan karena dia adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya berkomitmen kuat atas ideologi Pancasila dan segala ikhwal kehidupan sebagai apart negara. Terlebih dia menjabat direktur sebuah institusi penting di Batam.Â
Ini adalah sebuah potret pengingkaran komitmen warga negara terhadap negara yang selama ini menjadi tempat untuk hidup dan mencari nafkah bagi keluaga.Â
Seharusnya mereka berkomitmen soal Pancasila seperti sumpah jabatan ketika mejadi ASN, tapi yang terjadi mereka hanya berucap iya (berkomitmen) tetapi sikap hidup mereka jauh dari komitmen itu, seperti istilah kekinian: iya tapi bohong.
Beberapa cerita lainnya berkisah soal banyaknya ASN yang mengingkari Pancasila dan UUD 45 sebagai komitmen penting seorang warga negara Indonesia. Mereka tak hanya mengingkari tetapi juga tidak menghormati symbol-simbol negara seperti kepala negara, tidak mematuhi aturan dasar dan sebagainya.Â
Sebaliknya mereka memasukkan idelogi transnasional yang tidak cocok dengan bangsa kita. Itu suatu ideologi yang hanya mengakui homogenitas keyakinan (agama) dan tidak mengakui keragaman, keyakinan dan suku yang kita miliki sejak Indonesia bernama Nusantara.
Hal itu banyak diungkap oleh beberapa penelitian para akademisi yang meneliti soal komitmen ASN terhadap dasar negara. Mereka berkeinginan dan berupaya dengan keras untuk mewujudkan negara dengan keyakinan tertentu dan mengabaikan perbedaan yang ada.
Upaya keras tersebut tidak hanya pada pertemuan-pertemuan tertentu tapi juga menyusup melalui soal-soal ujian di sekolah-sekolah dasar, piranti karnaval yang memperlihatkan symbol jihad seperti di Suriah dan lain sebagainya.
 Di sisi lain kita tahu bahwa negara-negara yang berlandaskan satu keyakinan itu mengalami gejolak sosial dan politik yang tidak sederhana. Kita tahu beberapa negara di Asia seperti Afganistan dan beberapa negara di jazirah Arab tidak selalu damai. Mereka selalu bertikai dan memakai kekerasan sebagai alat untuk bertahan.
Untuk kita di Indonesia -- bukan hanya ASN-, komitmen kita kepada negara seharusnya kita pelihara dengan baik. Menghargai Pancasila, menghargai symbol negara seperti presiden, bendera merah putih sampai lambang negara  Garuda Pancasila adalah hal yang harus kita lakukan sebagai warga negara.Â
Jangan sampai kita menikmati kemudahan dan menikmati anugrah hidup di tanah air kita tapi di sisi lain menjelek-jelekkan bahkan mengingkari semua yang disebutkan di atas. Tak pada tempatnya jika kita bilang Iya, Tapi Bo'ong.