Beberapa waktu lalu, DPR telah mengesahkan UU Pesantren. Dengan disahkannya undang-undang ini, legitimasi pesantren diharapkan semakin kuat. Meskipun eksistensi lembaga pesantren bagi negeri ini sebenarnya sudah tak perlu diragukan lagi. Ketika masa kemerdekaan, para santri juga ikut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Ketika kemerdekaan bisa direbut, pesantren juga mempunyai peranan penting dalam membentuk karakter generasi penerus, agar mampu mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang inovatif, positif, dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Di pesantren, para santri pada dasarnya tidak hanya diajarkan baca tulis Al Alquran, tapi masih banyak lagi ajaran yang diberikan. Termasuk harus memahami ajaran agama berdasarkan sejarah dan melihat agama berdasarkan konteksnya. Karena itulah, santri yang sesungguhnya adalah pribadi yang melihat segala persoalan atau peristiwa secara utuh. Santri juga juga tidak mudah percaya, karena dididik untuk menjadi pribadi yang kritis dan membiasakan melakukan tabayun. Sehingga cek dan ricek informasi, pada dasarnya sudah menjadi kebiasaan para santri.
Sementara, di era milenial ini, banyak sekali generasi muda yang justru menjadi penyebar kebencian hanya untuk kepentingan tertentu. Ada juga sebagian generasi muda yang aktif menebar provokasi, yang berpotensi bisa memunculkan konflik di tengah masyarakat. Memang sangat ironis. Para penyebar kebencian, pelaku persekusi, justru didominasi oleh anak-anak muda yang semestinya mempunyai filter yang kuat, sehingga tidak mudah terprovokasi.
Para santri, juga harus mulai aktif menyebarkan ajaran yang di dapat di pesantren. Hal ini penting agar bisa jadi pembanding bagi masyarakat di luar. Masyarakat harus didorong untuk mulai terbiasa melakukan tabayun, atau cek dan ricek terhadap setiap informasi yang diterima. Karena saat ini marak sekali informasi bohong alias hoaks, yang masih sering disebarkan oleh oknum tertentu. Jika tidak ada pihak yang mencoba melakukan pengimbangan informasi yang berkembang, dikhawatirkan informasi yang salah tersebut dianggap sebagai sebuah kebenaran. Padahal, yang masih tertahan dilokasi jumlahnya masih banyak.
Menjadi tugas kita bersama, untuk saling mengingatkan satu dengan yang lain. Dan salah satu pihak yang harus aktif menyebarluaskan adalah kita. Mulailah dari diri kita sendiri, lalu sebarkan ke lingkungan sekitar, dan wilayah yang lebih luas lagi. Karena antar sesama manusia, harus saling berbagi, saling membantu, saling menghargai dan menghormati. Mari saling menguatkan literasi antar sesama, agar kita terhindar dari provokasi ujaran kebencian. Ingat, kita semua mempunyai hak, kewajiban dan kedudukan yang sama. Kita semua saling berbeda satu dengan yang lain. Karena itulah, interakasi antar sesama harus tetap terus dilakukan, agar keragaman di negeri ini tetap terjaga. Salam.