Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Agenda Hatta di Selat Sunda?

16 April 2014   23:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:35 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13976391521244188491

Rencana Jembatan Selat Sunda (JSS) sebagai jembatan yang menghubungkan Sumatera dengan Jawa sudah direncanakan sejak puluhan tahun lalu. Namun sampai sekarang belum juga berjalan. Kenapa ?

Lewat Peraturan Pemerintah no 86 Tahun 2011, peletakkan batu pertama atau groundbreaking dilakukan pada tahun 2014. Proyek JSS dimulai dengan studi kelayakan atau feasibility study (FS) pada tahun 2011 sampai dengan 2013. Kemudian pada tahun 2014 mulai groundbreaking.

Proyek JSS akan menelan biaya sekitar US$ 15 miliar. Proyek akan berlangsung selama 10 tahun kemudian. Studi kelayakan membutuhkan waktu 2 tahun. Menurut versi pemerintah, studi kelayakan menelan biaya Rp 1,5-2 triliun, sementara perkiraan konsorsium Rp 4 triliun.

FS dan kelanjutan proyek besar ini akhirnya dilakukan oleh perusahaan swasta atau konsorsium milik pengusaha swasta Tommy Winata (TW) yang dekat dengan Hatta dan Presiden SBY.

Tarik Menarik

Sebelumnya, proyek Jembatan Selat Sunda terancam molor karena Menteri Keuangan Agus Martowardojo berkeras studi kelayakan harus dilakukan oleh negara dan didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Begitu juga Menteri BUMN Dahlan Iskan yang juga menginginkan proyek itu menjadi milik pemerintah dan bukan dialihkan ke swasta.

Alasan Agus adalah, jika melibatkan swasta akan berdampak besar baik itu rugi maupun untung. Pemerintah tetap harus membayar biaya yang dikeluarkan. Dahlan Iskan bahkan bersikeras bahwa pemerintah sebenarnya mampu membiayai sendiri proyek itu. Sedangkan Hatta menyangsikan, karena katanya kuota APBN akan tersedot banyak untuk proyek itu. “Kawasan Indonesia Timur akan merasa iri karena APBN tersedot proyek Indonesia barat,” kata Hatta.

Tarik menarik terjadi dan Agus mengusulkan revisi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda.

Meski sudah direvisi, tapi Agus sebagai Menteri Keuangan waktu itu tetap tidak menyetujui revisi Pepres karena ada pasal yang tiba-tiba muncul dan menyebut bahwa konsorsium swasta punya hak atas pengelolaan kekayaan alam di bawah area jembatan yang membentang sepanjang 31 km dan lebar nya 60 meter itu.

Karena Agus dianggap mempersulit, SBY menggeser Agus Martowardoyo dari menteri keuangan menjadi gubernur BI. Kursi Menkeu diberikan kepada Chatib Basri.

Beredar kabar yang menyebut bahwa dibawah jembatan itu terdapat cadangan minyak yang relatif besar untuk diekploirasi dan pasti menguntungkan konsorsium yang memegangnya. Hal ini pasti diketahui oleh tim TW sehingga TW bersikukuh akan memegang proyek ini meski sangat mahal. Ini adalah point penting dari esensi kerjasama TW dengan pemerintah.

[caption id="attachment_320237" align="alignnone" width="602" caption="Jembatan Selat Sunda /sindo weekly"][/caption]

Wajarlah jika seorang Hatta Rajasa bersikukuh TW memegang proyek ini. Tak lain karena agenda keuntungan finansial yang sangat besar pada proyek itu. Tak mungkinlah seorang TW tidakberterimakasih kepada Hatta dan SBY yang mengawal proses penunjukan konsorsiumnya.

Ternyata oh ternyata.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun