agama yang benar, agar tidak terpapar radikalisme melalui mimbar keagamaan. Karena tak dipungkiri, tidak sedikit dari oknum penceramah yang seringkali menyampaikan konten radikalisme dan intoleransi melalui konten-konten ceramahnya. Masyarakat yang literasi keagamaannya rendah, tentu akan mudah percaya dan potensi terpapar radikalisme lebih besar.
Istilah islamofobia belakangan kembali mencuat, setelah adanya beberapa pihak yang kembali mengingatkan pentingnya menguatkan pemahamanContoh sederhana yang beberapa waktu lalu pernah terjadi adalah perihal wacana pemusnahan wayang, karena dianggap berpotensi menyekutukan Tuhan. Pernyataan tersebut tersebut dikatakan oleh seorang tokoh agama dalam konten ceramahnya. Tentu saja hal ini membuat semua orang terkejut, karena wayang adalah produk budaya yang tidak ditujukan untuk menyekutukan Tuhan. Bahkan Wali Songo ketika itu juga sempat menggunakan wayang, sebagai media penyebaran Islam di tanah Jawa.
Ada juga penceramah yang menyampaikan ujaran kebencian dalam konten ceramahnya. Tidak perlu menyebutkan nama, mungkin diantara kita semua juga tahu. Karena penceramah tersebut sangat terkenal di media sosial. Seiring pesatnya perkembangan teknologi, para oknum penceramah radikal ini menggunakan channel media sosial sendiri untuk menyebarkan ceramahnya. Hal inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran. Karena konten ceramah tersebut bisa diakses oleh siapapun, dan disebarluaskan melalui pesan berantai atau group whatsapp.
Hal inilah yang kemudian langsung disikapi oleh kelompok radikal dengan kriminalisasi ulama. Padahal, peringatan mengenai penceramah radikal ini murni untuk antisipasi, agar tidak banyak masyarakat yang terpapar radikalisme. Bahkan sekelas presiden Joko Widodo pun pernah mengingatkan, agar tidak mengundang penceramah yang selama ini sering menyebarkan konten radikalisme. Ini artinya, ancaman radikalisme di Indonesia begitu nyata. Karena bisa disebarluaskan dengan cara apapun, termasuk disusupkan melalui konten ceramah para melalui mimbar keagamaan.
Mari kita sikapi fakta mengenai penceramah radikal ini secara arif dan bijaksana. Jangan menganggap hal ini sebagai bentuk memusuhi Islam. Karena sejatinya Islam sendiri pun juga tidak menghendaki radikalisme. Doktrin radikalisme yang dibungkus melalui sentimen kegamaan harus diantisipasi dengan penguatan literasi keagaman yang benar. Tanamkan sikap kritis dalam diri kita terhadap informasi apa saja. Cek ricek serta pikirkan hal tersebut logis atau tidak. Jika informasi tersebut jelas mengada-ada, lebih baik ditinggalkan dan tidak dimaknai sebagai bentuk kebenaran. Salam.