Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Kita Bersaudara, Mari Hijrah Meninggalkan Kekerasan

8 September 2019   03:54 Diperbarui: 8 September 2019   06:34 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita Bersaudara - jalandamai.org

Di era milenial ini, banyak yang memaknai secara sempit terhadap suatu istilah. Ada yang memaknai jihad sebagai perilaku menegakkan diri dengan cara meledakkan diri. Radikalisme seringkali dimaknai sebagai perilaku kekerasan. Hijrah juga seringkali dimaknai sebagai keputusan untuk menegakkan jalan Tuhan. Namun tidak sedikit orang yang memilih jalur religius justru salah, karena belajar pada pihak yang salah. Semuanya, harus dimaknai secara utuh, obyektif dan proporsional.

Di Indonesia, kata hijrah bisa dimaknai secara berbeda oleh setiap orang. Hal ini wajar, karena latar belakang masyarakat di Indonesia juga bermacam-macam. Tidak hanya latar belakang pendidikan yang berbeda, adat istiadat dan budayanya pun berbeda. Karena perbedaan itulah, bisa mempengaruhi perbedaan seseorang dalam memaknai kata hijrah. Tak perlu mempertentangkan kata hijrah itu sendiri. Yang perlu kita garis bawahi adalah hijrah harus mengarah untuk tujuan yang lebih baik. Jika hijrah justru membuat perilaku kita menjauhkan dari semangat keagamaan, kemanusiaan dan persaudaraan, mungkin hijrah yang kita lakukan belum benar.

Mari saling mengingatkan, jangan saling menghakimi. Mari kita saling mengisi, jangan saling mencaci. Menjalin semangat persaudaraan, pada dasarnya telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW. Semangat persaudaraan itulah yang harus kita teladani, dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam dunia nyata ataupun dunia maya. Karena kita semua bersaudara, semestinya kita semua bisa saling menghargai dan menghormati.

Jika kita melihat kondisi yang terjadi saat ini, tentu membuat kita semua miris. Kebencian begitu menjadi. Dulu orang berpikir kebencian hanya terjadi ketika memasuki tahun politik. Nyatanya, setelah pilpres usai, masih saja ujaran kebencian yang berkeliaran di dunia maya ataupun dunia nyata. Dan contoh yang paling dekat adalah kerusuhan yang terjadi di tanah Papua. Kerusuhan tersebut tak bisa dilepaskan dari masifnya provokasi kebencian di dunia maya. Karena kebencian itulah yang kemudian menyulut amarah sebagian masyarakat Papua. Sebenernya kita semua tidak ingin terjadinya konflik. Dimanapun.

Mari kita tinggalkan semua bibit kekerasan, baik secara verbal ataupun non verbal. Mari kita saling menebar pesan damai, agar diantara kita tidak saling membenci. Kenapa kita tidak boleh saling membenci? Karena berawal dari kebencian, amarah menjadi tak terkendali. Karena kebencian, logika kita menjadi hilang. Dan ketika logika kita hilang, yang terlihat adalah kita merasa paling benar, dan pihak lain dianggap sebagai pihak yang salah. Dan ketika itu terjadi, maka bibit kekerasan itulah yang bisa mengancam persaudaraan. Sebagai generasi penerus bangsa, tentu kita semua tidak ingin persaudaraan di negeri ini terganggu. Karena kita semua adalah bersaudaran satu dengan yang lain. Saatnya untuk hijrah meninggalkan kebencian, untuk menjaga persaudaraan dan persatuan.

                                                                                                                                                                         

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun