Mohon tunggu...
Nadine Putri
Nadine Putri Mohon Tunggu... Lainnya - an alter ego

-Farmasis yang antusias pada dunia literasi, anak-anak, dan kamu. Penulis buku novela anak Penjaga Pohon Mangga Pak Nurdin (LovRinz 2022).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Setiap) Sabtu Bersama Bapak

13 Februari 2021   15:59 Diperbarui: 13 Februari 2021   16:05 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Judul cerita saya mungkin agak mirip dengan judul film yang sempat tayang sebentar di bioskop beberapa waktu lalu. Bukan bermaksud meniru, tetapi menurut saya judul ini memang sangat mewakili kenangan yang akan saya ceritakan.

Bapak saya seorang karyawan kereta api yang berdinas di kota Surabaya. Sedangkan kami sekeluarga saat itu tinggal di kota Jember. Memang masih sama-sama berada di wilayah Jawa Timur, tetapi jarak antara Surabaya-Jember memakan waktu sekitar empat jam. Mengingat jadwal pekerjaan Bapak yang padat, mau tidak mau Bapak harus rela berpisah dengan kami selama satu minggu. 

 Biasanya Bapak akan pulang ke rumah setiap hari Sabtu. Bagiku hari Sabtu adalah hari sakral. Hari di mana tidak boleh ada kegiatan lain selain menyambut kedatangan Bapak. Biasanya Bapak tiba di rumah jam tiga sore. Anak-anak Bapak yang masih seumuran ada tiga orang---sedangkan tiga lainnya sudah jauh lebih dewasa sehingga tidak begitu 'peduli' dengan kedatangan Bapak. 

Kalian tahu, apa yang membuat kami bertiga begitu merindukan kedatangan Bapak? Ya, Bapak selalu membawa oleh-oleh untuk kami. Buah tangan berupa permen cokelat, sekotak minuman berperisa anggur, dan satu lonjor wafer itu selalu Bapak berikan kepada saya dan kedua kakak saya. Saat itu saya berumur tujuh, sedangkan kedua kakak saya masing-masing berumur tiga belas dan empat belas tahun. Bisa dibayangkan bukan, anak-anak seumuran itu jika diberi buah tangan? Tentu saja kami sangat bersuka cita menerimanya dan selalu berharap.

"Bapak, besok bawain Silverqueen-nya yang tulisannya biru, ya!" kata kakak saya yang berumur tiga belas. Entah apa maksudnya, saya tidak begitu mengerti perkataannya saat itu. Belakangan baru saya ketahui, jika tujuan kakak saya itu hanya untuk mengoleksi bungkusnya. Terdengar konyol memang, tetapi baginya hal itu sangat berarti. Ia memang seorang kolektor. Tidak sedikit benda-benda yang menjadi tujuan koleksinya berhasil ia kumpulkan. Mulai dari barang remeh-temeh seperti bungkus tadi hingga koleksi perangko dari dalam dan luar negeri. Ssst ... kalian ingin tahu dari mana kakak saya mendapatkan perangko dari luar negeri? Baiklah akan saya beri tahu: tentu saja hasil koleksinya itu kebanyakan didapatkan dari membeli di toko buku. Tentu saja! Memangnya mana punya ia teman dari luar negeri? Ya, begitulah kakak saya itu. Ia rela menyisihkan uang jajan untuk berburu barang-barang koleksinya. 

 Kami---terutama saya---sangat manja kepada Bapak. Maklum saja, saya anak paling bontot dari enam bersaudara. Bisa dibilang, kami rata-rata lebih dekat dengan Bapak daripada Mama. Saya agak lupa ceritanya, kenapa bisa begitu. Yang saya ingat, ketika saya berumur sepuluh tahun, Mama sudah berpulang karena sakit. Al fatihah untuk Mama saya.

Kalian ingin tahu bentuk kemanjaan saya kepada Bapak? Salah satunya adalah saya akan meminta beliau untuk mengajak saya berjalan-jalan ke kota pada malam harinya. Ya, pada Sabtu malam ketika Bapak berada di rumah, saya akan selalu mencari-cari alasan agar beliau mau keluar rumah.

 Salah satu alasan yang paling saya ingat dan terbukti ampuh agar Bapak mau keluar adalah, "Pak, perut Neng kok sakit ya, kalo malem gini?" kata saya sambil meringis dan memegang perut yang tentu saja tidak kenapa-kenapa. 

 Lalu sambil tersenyum Bapak menjawab, "kenapa emang?" Sepertinya Bapak sudah mengetahui modus saya ini. Tentu saja tahu, sebab hampir setiap Sabtu malam saya sering mengatakan hal itu. 

"Enggak tahu. Kayaknya pengen keluar rumah, mau jalan-jalan," sahutku polos sambil berharap-harap cemas. 

Bapak tersenyum lagi. Lalu beliau mengiyakan dan sepakat setelah Maghrib kami akan pergi jalan-jalan ke kota. Jangan dibayangkan kami akan pergi ke mal atau ke tempat pusat hiburan mewah lainnya. Bapak hanya mengajak kami untuk pergi ke alun-alun. Lalu kami akan membeli kacang rebus yang dijajakan memakai gerobak, dibungkus dengan selembar kertas HVS bekas dan dilipat membentuk sebuah contong. Biasanya kami akan berjalan ke tengah alun-alun (saat itu masih tanah alun-alun masih berupa rumput subur), duduk lesehan di atas rumput sambil bercerita tentang apa saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun