Indonesia dinilai memiliki areal lahan yang subur dengan kondisi geografis yang terletak di sepanjang garis pantai dan terdiri dari banyak kepulauan. Menjadikan sumber daya alam di negara kita berlimpah. Selama ini ternyata tidak hanya subur dalam segi sumber daya alam saja namun juga berada pada titik rawan lokasi bencana alam terutama gempa bumi dan tsunami.Â
Tingginya korban jiwa akibat bencana di Indonesia, menurut Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bahkan tercatat terjadi sejak tahun 2000. Hal itu berkorelasi kuat dengan kondisi geografis Indonesia yang memang terletak di kawasan rawan bencana (ring of fire).
Berbekal kesadaran itulah mitigasi bencana sejatinya telah menjadi perhatian serius dari pemerintah. Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional BNPB dan BPBD se-Indonesia memberikan setidaknya enam arahan terkait implementasi mitigasi bencana. Arahan pertama, setiap (perencanaan) pembangunan harus dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan resiko bencana.Â
Di mana dalam hal ini, pemda harus tegas menetapkan tata ruang berbasis resiko bencana. Kedua, pelibatan akademisi dan pakar bencana untuk mengkaji, menganalisis potensi bencana supaya kita mampu memprediksi siklus ancaman, mengantisipasi, dan mengurangi dampak bencana.
Kemudian ketiga, saat terjadi bencana, gubernur sebagai komandan satuan tugas penanganan kondisi darurat, dengan didukung pangdam dan kapolda sebagai wakilnya. Keempat, pembangunan dan peringatan dini terpadu berbasiskan rekomendasi hasil penelitian dan pengkajian para pakar.Â
Di sini Kepala BNPB bertugas mengordinasikan kementerian dan lembaga terkait untuk membangun sistem peringatan dini terpadu. Kelima, pendidikan kebencanaan dimulai tahun ini, baik di sekolah maupun di masyarakat, terutama di daerah rawan bencana.Â
Papan peringatan, rute evakuasi harus dibuat atau dipasang dengan jelas. Dan keenam, perlu dilakukan simulasi dan pelatihan (gladi) penanganan bencana secara berkala dan berkesinambungan hingga ke tingkat RT/RW agar membangun kesiap-siagaan bencana masyarakat.
Untuk itulah perlunya dibahas dan dikaji kembali mengenai peran pemerintah dan bagaimana langkah yang mereka ambil mengingat seringnya frekuensi terjadinya bencana alam di Indonesia dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertemakan 'Potensi dan Mitigasi Kebencanaan' pada Jumat (8/2) yang berlokasi di Gedung Auditorium BMKG, Jakpus.
Peta Kawasan Rawan Bencana (PKRB) menjadi acuan dalam pengembangan suatu wilayah yang telah dapat diakses melalui website dan  jaringan berbasis aplikasi (network applications) yang sudah dapat diunduh melalu layanan Google Play atau Playstore.
Dijelaskan kembali oleh Pak Rahmat Triyono, sebelum terjadinya bencana Tsunami di Selat Sunda yang terjadi lantaran pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK), berdasarkan SOP (Standard operating procedures) yang ada terkait peringatan dini tsunami diberikan berdasarkan data gempa tektonik yang terjadi. Namun sambungnya, kejadian yang memilukan di Selat Sunda menjadi pembelajaran tersendiri.Â
Bukan hanya di Selat Sunda saja pada kesempatan FGD tersebut Pak Rahmat mengungkapkan, saat ini potensi Tsunami akibat pengaruh erupsi gunung api laut bukan hanya ada di Selat Sunda. Ada juga gunung-gunung api lain yang ada di laut. Di antaranya yang kini tengah dalam pemantauan bersama adalah Gunung Anak Krakatau, Gunung Gamalama, Gunung Teon, Gunung Werung, Gunung Tambora, dan Gunung Awu.
Bisa saja terjadi guncangan gempa yang lebih kuat dan lama, sambungnya. Pada dasarnya 99 % Tsunami terjadisebabkan oleh gempa bumi tektonik. Namun diketahui bersama, kejadian tsunami di Selat Sunda terjadi kompleksitas tersendiri. Di mana bukan dari akibat gempa bumi tektonik dan hal ini ditandai dengan sinyal yang sangat berbeda.Â
Lantaran itulah, Rahmat menjelaskan, kini telah dipasang enam alat, yakni tiga di Banten dan  tiga lainnya di Lampung, untuk mendeteksi dampak erupsi gunung berapi yang ada di laut.
Sementara itu Pak Antonius Bambang Wijanarko  menambahkan pihaknya menyusun Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy pada akhir tahun 2018 lalu merupakan wujud dari upaya melakukan pembangunan nasional secara holistik atau menyeluruh.Â
Hal ini telah mengacu pada kajian ilmiah (scientific studies) berupa referensi geospasial satu standar, satu basis data dan satu geoportal. Perlu dilakukan Tata Ruang berbasis bencana sebagai bagian dari mitigasi bencana.Â
Di dalam laman tersebut terdapat 85 peta tematik yang mencakup 7 tema; yaitu batas wilayah, kehutanan, perencanaan ruang, sarana dan prasarana, perizinan dan pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan serta kawasan khusus dan transmigrasi.
Lilik Kurniawan sebagai menutup bahwa perlu adanya inisiasi membuat Katalog Desa-desa Rawan Bencana. Beliau menjelaskan sebesar 95% bencana yang dialami oleh Indonesia merupakan hydrometeorology. Berdasarkan data dari PUPR terdapat 108 DAS (Daerah Aliran Sungai) yang kritis.Â
Untuk itulah pemerintah perlu hadir serta semua elemen dari berbagai pihak yang harus saling bersinergi. Risiko mengenai kebencanaan harus dilakukan dengan adanya keterlibatan antara masyarakat, pemda, akademisi dan tentu saja peran partisipasi media sebagai corong informasi (avant-garde) kepada masyarakat.