Pagi itu Lulut, sapaan akrab seorang mahasiswa Universitas Diponegoro tengah bersiap-siap menghadiri seminar BI Goes to Campus di Akademi Kepolisian Semarang. Berbekal niat dan semangat mendapat sertifikat  & ilmu tentang transaksi nontunai, ia naik Bus Rapid Transit (BRT) menuju Gedung Serbaguna Akpol. Disana ia bertemu dengan Ari salah seorang Mahasiswa UIN  Walisongo yang juga bersemangat mengikuti rangkaian acara BI Goes to Campus tersebut.Â
Singkat cerita keduanya asyik mendengarkan dan mencermati materi yang disampaikan oleh para pembicara. Dalam seminar itu disampaikan bahwa di era sekarang penggunaan teknologi semakin memudahkan semua aktivitas manusia. Begitu pula dalam hal sistem pembayaran yang dilakukan di masyarakat. Melihat perkembangan zaman, awalnya sistem pembayaran dilakukan dengan cara tukar menukar barang (barter). Karena dirasa tidak efisien, maka mucullah alat satuan pembayaran yang kita kenal dengan nama "uang". Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama di masyarakat. Selanjutnya alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card based) (ATM, Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Kartu Prabayar).
Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat moderen seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral.
Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu bisa terjadi karena biaya produksi, pengedaran, hingga pemusnahan uang kartal terbilang mahal. Hal itu belum lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran. Misalnya, ketika Anda menunggu melakukan pembayaran di loket pembayaran yang relatif memakan waktu cukup lama karena antrian yang panjang. Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang risiko seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang. Kemudian dalam hal transparansi, penggunaan uang kartal ini tidak terlacak sehingga sangat berpotensi mendorong tindakan penggelapan uang atau korupsi.
Melihat permasalahan dan kendala tersebut, Bank Indonesia berinisiatif untuk mendorong masyarakat agar menggunakan alat pembayaran nontunai atau Less Cash Society (LCS).
Alat Pembayaran Nontunai
Alat pembayaran nontunai saat ini sudah berkembang di masyarakat. Penggunaan alat pembayaran nontunai memiliki banyak keunggulan diantaranya;
1. Pembayaran bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja karena hanya menggunakan teknologi dalam pembayarannya.Â
2. Efisien dalam hal tempat maupun waktu. Dengan alat pembayaran nontunai dapat meminimalkan penggunaan tempat/ruang untuk penyimpanan uang serta waktu untuk menghitung dan mengelola uang dalam jumlah banyak.
3. Tidak lagi menerima pengembalian dalam bentuk barang kecil (permen) lantaran pedagang yang tidak memiliki pecahan uang kecil.