"Pokoknya kamu itu posisinya sebagai anak, jadi jangan banyak ulah," adalah ungkapan yang seng dikeluarkan orangtua dengan pola asuh otoriter
Berbeda dengan pola asuh otoriter, pola asuh permisif memberikan kebebasan penuh kepada anak. Anak diberi hak memilih, menentukan minat dan kalau perlu orangtua pun mengikuti pilihan anak. Orangtua mengikuti saja ke mana anak berkehendak. Anak dipandang memiliki bekal dan pribadi dewasa yang bebas lepas dari bayang-bayang kuasa apa pun. Pola asuh ini sering dipilih para orang tua yang tidak mau ambil pusing dengan masalah anak-anak.
"Asal tidak berbuat kriminal saja," adalah ungkapan orangtua dengan pola asuh permisif. Akibatnya, pola asuh ini sering menghasilkan anak dengan sistem nilai moral yang cenderung kacau, mengikuti arus, atau ikut-ikutan budaya populis.
Kemandirian
Pola asuh yang direkomendasikan oleh Diana Baumrind adalah pola asuh otoritatif, bukan otoriter dan permisif. Prof Dr Soetarlinah Sukadji, guru besar Fak. Psikologi UI Jakarta dan Dra. Siti Badingah dari Universitas Negeri Lampung pernah dalam penelitiannya mengenai pola asuh terhadap remaja di Kota Madya Bandar Lampung menegaskan, bahwa ciri-ciri pola asuh otoritatif amat ideal untuk diterapkan terhadap remaja.
Asumsinya adalah, kebebasan pribadi untuk memenuhi keinginan (want) dan kebutuhan (need), baru bisa dicapai secara baik bila individu mampu mengontrol dan mengendalikan diri, serta memiliki daya adaptasi baik dengan lingkungan, keluarga, maupun masyarakat.
Individu memang memiliki kebebasan, namun ia dituntut untuk mampu mengatur dan mengendalikan diri.
Sebelum individu mampu mengatur dan memiliki kontrol diri (self control) yang cukup kuat, maka dalam diri individu perlu ditumbuhkan dan ditanamkan sistem nilai dan perangkat aturan.
Dengan demikian, individu akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya tidak bebas semaunya, namun juga kemandiriannya tidak terkekang sebagai pribadi yang otonom.