Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Money

"Bottle Neck" di Bidang Logistik

28 Januari 2019   19:47 Diperbarui: 29 Januari 2019   09:03 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Fenomena leher botol disebabkan, antara lain, pemeriksaan dokumen yang berkepanjangan. Hal tersebut diduga menjadi pemicu biaya tinggi karena efek domino. Misalnya, denda atas keterlambatan jadwal kapal (demurrage kapal). Akibatnya, dokumen lama barang lama dibongkar. Lalu, pemilik barang didenda pemilik kapal. Armada truk pun mengantre lebih lama.

Pada area tertentu, rendahnya kualitas infrastruktur (access road) juga memicu fenomena leher botol. Hal tersebut menimbulkan biaya tinggi. Traffic jam (kemacetan) menimbulkan kelambatan barang masuk pabrik. Truk juga mudah rusak karena jalan rusak. Ada tambahan biaya onderdil dan reparasi truk. Itu termasuk fuel consumption.Truk macet, tapi tetap ada konsumsi BBM. Biaya-biaya tersebut akan dibebankan kepada end user. Akibatnya, harga barang menjadi tinggi.

Pada Juli lalu, harian ini secara beruntun mengedepankan warta soal fenomena bottle neck (leher botol) dalam dunia logistik Surabaya. Misalnya, berita berjudul Bea Cukai Lambat, Ratusan Kontainer Tertahan, Importer Rugi Besar (Jawa Pos, 22/7). Bea Cukai perketat izin keluar barang yang berdampak pada beban biaya yang ditanggung para importer makin tinggi. Itu disebabkan pengeluaran SPPB (surat perintah pengeluaran barang) makan waktu yang lebih lama daripada biasanya (Jawa Pos, 9/7).

Tulisan ini tidak bermaksud mencari kambing hitam soal peningkatan kesulitan importer maupun eksporter yang disebabkan makin intensifnya pemeriksaan dokumen ekspor impor. Tulisan ini hanya dimaksudkan untuk mengidentifikasi fenomena sumbatan leher botol yang memengaruhi kelancaran barang (flow of cargo) di pelabuhan. Hal tersebut akan berdampak pada naiknya harga barang komoditas di Surabaya.

Apalagi, sebentar lagi akan terjadi peak season (musim puncak) arus barang. Yakni, pada Ramadan dan Idul Fitri. Bila tidak mewaspadai tempat-tempat sumbatan leher botol, end user (konsumen akhir alias masyarakat luas) akan dirugikan. Mereka harus menanggung biaya tinggi karena flow of cargo tersumbat.

Surabaya sedang menghadapi ancaman bottle neck. Pengelola Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ketamuan dua orang yang terkait dengan logistik Indonesia, khususnya Surabaya, pada 22 Juli lalu.

Mereka adalah Senior Trade Economist dari Trade, Finance, and Private Sector Development World Bank Jakarta Office Henry Sandee dan warga negara Jepang yang merupakan konsultan Bank Dunia, Takiko Koyama. Mereka mengilustrasikan betapa komoditas Indonesia di pasar dunia sejatinya sangat baik dan murah. Bank Dunia belum lama melakukan survei perbandingan barang komoditas dari Indonesia, Tiongkok, India, dan Vietnam yang ditinjau dari kualitas dan harga.

Hasilnya, 62 di antara 100 responden perusahaan dunia menyatakan bahwa Indonesia memiliki barang yang berkualitas dan berharga kompetitif (baca: murah). Dengan kata lain, komoditas Indonesia sangat bersaing untuk berkompetisi di pasar luar negeri. Sayang, saat barang sampai di tangan pengguna akhir, harga barang tersebut menjadi mahal. Ketika diidentifikasi, penyebabnya berasal dari tingginya biaya logistik Indonesia.

Penerapan formula 24/7, (24 jam setiap hari dan tujuh hari setiap minggu untuk layanan publik) akan mengurangi fenomena sumbatan leher botol yang disebabkan lamanya antrean pemeriksaan dokumen. Di Jepang, pengguna jasa pada hari libur (Sabtu dan Minggu) akan mendapatkan diskon. Sebab, mereka meluangkan waktu untuk mengurangi jam kesibukan pada hari-hari utama (prime time) dan meningkatkan kelancaran transaksi maupun flow of cargo.

Fenomena leher botol disebabkan, antara lain, pemeriksaan dokumen yang berkepanjangan. Hal tersebut diduga menjadi pemicu biaya tinggi karena efek domino. Misalnya, denda atas keterlambatan jadwal kapal (demurrage kapal). Akibatnya, dokumen lama barang lama dibongkar. Lalu, pemilik barang didenda pemilik kapal. Armada truk pun mengantre lebih lama.

Pada area tertentu, rendahnya kualitas infrastruktur (access road) juga memicu fenomena leher botol. Hal tersebut menimbulkan biaya tinggi. Traffic jam (kemacetan) menimbulkan kelambatan barang masuk pabrik. Truk juga mudah rusak karena jalan rusak. Ada tambahan biaya onderdil dan reparasi truk. Itu termasuk fuel consumption.Truk macet, tapi tetap ada konsumsi BBM. Biaya-biaya tersebut akan dibebankan kepada end user. Akibatnya, harga barang menjadi tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun