Penjual batu akik itu selalu datang pagi.
Digelarnya alas plastik untuk menjajakan batu akik dagangannya di trotoar Pasa Johar.
Dirayunya setiap lelaki yang lewat dengan  menawarkan cam-macam batu dengan berbagai khasiatnya. Ada kecubung untuk memikat gadis. Ada irah delima untuk menampakkan wibawa. Ada Badar besi untuk kekebalan tubuh.
Ada juga batu yang punya penunggu di dalamnya. Ada yang bisa untuk mendatangkan rejeki atau batu pesugihan.
Satu dua orang tertarik berhenti melihat dan membelinya.
Tapi tak jarang yang melengos dengan sinis dan berkata dalam hatinya: jaman modern dan digital kok masih percaya gituan.
Ada yang mengatakan juga kalau di atas segalanya tetap uang. Uang yang maha kuasa.
Tapi bagi si pedagang batu akik, ia anggap semua kata-kata dan perilaku orang sebagai sekedar variasi yang tak dimasukkannya ke dalam hati. Ia lebih takut jika tak bisa memberi makan dan rejeki anak isteri.