Ada hirarki aliran air. Mulai dari selokan depan rumah yang mengalirkan limbah dari rumah-rumah.
Lalu ia akan mengalir ke sungai-sungai kecil. Dari sungai kecil akan mengalir ke sungai yang besar. Lalu ke muara dan akhirnya ke penampungan terakhir, lautan yang lepas alias samudera. Di lautan lepas atau samudera itulah segala macam air dan limbah ditampung tanpa keluhkesah darinya. Hingga muncullah pepatah hati seluas samudera.
Lelaki saleh itu kerap didatangi banyak sahabat, keluarga, dan setiap orang yang punya aneke masalah, keluh kesah, dan masalah. Mereka menganggap ia adalah sang samudera yang dengan ikhlas menampung segala lmbah kehidupan baik karena salah sendiri maupun karena disakiti liyan.
Lelaki itu menerima perannya sebagai samudera tanpa mengeluh. Padahal ia merasa hanya sebagai sungai kecil yang kewalahan menampung air dan limbah demikian besar.
Namun dalam hening, semedi, dan doanya, ia menemukan sang samudera yang amat luas dan ikhlas menampung segala keluh kesah dirinya dan orang yang didengarnya. Ia adalah Tuhan yang tak pernah lelah mendengarkannya , selalu menyertainya, dan senantiasa memberi kekuatan padanya. Atas semua itulah ia tak henti-hentinya bersyukur kepadaNya karena atas karuniaNya ia mampu bertahan sebagai sang samudera.