Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Smaradahana Sang Gajah Mada

14 Juni 2021   11:52 Diperbarui: 24 Juni 2021   02:30 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari Game Civilization 5/www.kompas.com

Hayam Wuruk mengerutkan kening. "Ibunda, hamba tidak mengerti. Kesedihan apa yang Ibunda bicarakan? Apa yang telah terjadi sepenuhnya urusan hamba. Tidak asa kaitannya dengan Ibunda. Mengapa sampai membuat Ibunda tertekan seperti ini?"

Tunggadewi menarik nafas. Meski sudah tua, garis kecantikan masih terlihat di wajahnya. Seperti ingin mengalihkan pembicaraan, mendadak dia bertanya, "Anakku, apa yang terjadi dengan Mahapatih-mu? Di mana Gajah Mada sekarang?"

Hayam Wuruk seketika membuang muka. Wajahnya merah padam. "Ibunda, hamba mohon jangan sebut nama pengkhianat itu. Dialah pangkal semua prahara ini. Hari-hari ini seharusnya menjadi puncak kebahagiaan hamba, jika dia tidak selancang itu. Berani melakukan apa yang tidak hamba perintahkan."

Rasa sakit terpancar di mata Tunggadewi. Perempuan itu terdiam sejenak sebelum bertanya, "Kau...membunuhnya?"

Dengan enggan, Hayam Wuruk menjawab, "Sesungguhnya hamba ingin melakukannya. Itulah hukuman yang pantas untuknya. Tapi hamba masih menghormati para begawan. Mereka memohon untuk mengampuni jahanam itu. Tak ada yang membunuhnya, Ibunda. Hamba hanya membiarkan dia pergi."

Ada sedikit kelegaan dan penasaran ketika Tunggadewi bertanya, "Ke mana perginya?"

Hayam Wuruk menggeleng singkat. Pandangannya terarah ke lantai yang keras. "Hamba tidak tahu dan tidak ingin tahu."

Tunggadewi lagi-lagi terdiam. Pandangannya menerawang. Dan ketika Hayam Wuruk memperhatikan, ada air mata yang membasahi pipi ibunya.

Sang Maharaja hendak membuka mulut, tapi diurungkan saat didengarnya Sang Ibunda bergumam, "Dia banyak berjasa pada kerajaan ini...."

Hayam Wuruk merapatkan bibirnya. Menahan kegundahan. Kenapa ibunya malah memilih bicara tentang mantan Mahapatihnya?

"Ibunda, hamba mohon," kata Hayam Wuruk sambil menghela nafas. "Tidak usah lagi bicara tentang Gajah Mada. Katakanlah, apa yang membebani batin Ibunda..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun