Mohon tunggu...
Nufi Asii Fairuziyyah
Nufi Asii Fairuziyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Jika tulisan ; Aku, Maka bukumu; Duniaku_ Gila Sastra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dibutakan Tantangan Zaman - Studi Islam Miris Teremehkan

4 November 2022   14:39 Diperbarui: 2 Februari 2023   22:26 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andai setiap muslim selalu menjadikan media studi islam sebagai cemilan manis_nya pemandangan-pemandangan para genggaman kutu buku di Indonesia sampai dunia Islam. Andai Studi Islam selalu dianggap menjadi berita ter-hot bagi para pencinta dunia wartawan.  Andaikan studi islam dianggap menjadi teknologi ter-menarik bagi kalangan remaja zaman era.

Ya. Benar adanya, Metodologi keislaman harus terus berkembang di genggaman yang benar.
Karena sebab dari kasus-kasus pelencengan agama salah satunya didapat dari kelirunya estafet akan proses studi islam atau mirisnya muslim dizaman sekarang yang amat mudahnya mengotori identitas agamanya dengan moralnya sendiri, lagi-lagi demi menjunjung tinggi peradaban baru yang model dunia sosialnya sudah meng-khawatiri.

Kurang terlihat bagaimana? Lahirnya tangan-tangan kotor, terbang bangganya para bayangan pengacau. Kasus-kasus sejenis oknum di sudut selokan sudah menjadi pemandangan biasa bagi negara.

Disamping banyaknya kasus sistem metodologi yang tidak seimbang antara subjek agama dan lingkungan studi itu sendiri, lain dengan fenomena minoritas muslim yang berkembang di bangsa barat. Sudah banyak bukan, dokumentasi-dokumentasi pembuktian bagaimana sulitnya menjadi minoritas, baik itu dari sebuah arsipan teks yang dinarasikan oleh minoritas itu sendiri, atau dari orang lain seperti penelitian, dunia fiksi terkait bangsa muslim di eropa, ataupun perfilman yang menyajikan tema tersebut. Mereka yang berjuang sesungguhnya tidak bisa dibandingkan dengan fenomena lain bagi orang-orang muslim yang justru menjadi mayoritas, agama malah dijadikan minoritas.

Ya, sadar tidak sadar bisa kita lihat bahwa banyaknya fenomena ketidaksinambungan antara studi dan realitas yang khususnya dalam konteks pengabaian studi islam (di) yang paling sederhana__minim moral agama__ diam-diam berujung akibat pada era ini. Dan jika tidak segera dihentikan__oleh orang-orang benar, baik para pewaris, penerus (sampai manusia yang katanya punya agama; bahkan mendambakan label agamanya)__ ya entah akan berhenti diujung mana akibat tersebut.

Tentu jika pemunahan moral disekitar menjadi tugas masing-masing muslim untuk tetap merangkul dan bersama-sama memperbaiki, maka kasus-kasus pertimpangan studi islam yang harusnya menjadikan seorang muslim khususnya generasi penerus diharuskan memiliki kesadaran lebih tinggi untuk berusaha giat dalam berperan ;mengembangkan metode studi islam tanpa merubah racikan atau bahkan membiarkan diubah oleh tangan-tangan nakal, mewaspadai kasus studi yang aliran-alirannya tak bersanad yang tentu perlu dibongkar kembali keilmuan nya. Sehingga sampailah kepada dunia modern, islam tetaplah islam yang berdasar pada klasikal perabadan. Murni dari para pribumi islam. Sehingga akan menyelamatkan generasi muslim kedepannya, disamping generasi merah putih selanjutnya.

Makadari itu, jadikan studi islam menjadi salah satu tradisi dan kultur akademik sebagai keagungan hingga kapanpun.
Agar kita tetap mewarisi buih-buih keilmuan pribumi islam sebagai peta institusi sejarah global. Dengan cara apa? Mengokohkan keilmuan, kesadaran, serta peradaban.
Salah satu bentuk dari ketiganya ialah dengan melahirkan benih-benih penerus yang tanpa nya mau dari mana lagi tempat ulama di tempatkan di Indonesia.

Karena pendekatan studi islam secara sederhananya bisa diartikan bagaimana cara kita memandang islam agar kita sampai pada tujuan kita sebagai umat islam. Setiap orang memandang islam dengan berbagai sudut pandang, salah satunya yaitu menggunakan sudut pandang antropologis, filosofis dan historis. Sehingga seimbangkanlah ketiganya.

Antropologis sendiri berusaha menjelaskan Islam melalui simbol-simbol atau nilai-nilai yang terdapat di dalamnya dan hadir di mana-mana, seperti para minoritas muslim yang telah saya paparkan sebelumnya.

Kemudian selain penting nya sebuah "moral" di zaman minim moral ini, pula tersadar akan pentingnya bagi kita umat muslim untuk menekuni studi islam secara filosofis, yakni pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya sehingga dengan kita telah menyatukan ruh batin dari kedua sudut pandang tersebut, maka dengan mudah kita akan menghadirkan ruh klasikal historis seperti menjunjung tinggi peranan santri sekaligus media studi Al Qur'an dan hadist serta kitab kuning sebagai model pendekatan kajian teks islam yang terus berusaha diorientasikan keilmuannya. 

Kemudian bayangkan alangkah mewahnya zaman, bilamana kegaulan didesain baik oleh para muslim untuk tetap hidup di zaman gaul ini, dengan menjunjung keseimbangan apapun yang berkemungkinan mempunyai ketimpangan. Julukan "Muslim yang mahir akan pendekatan studi Al Qur'an , mengotak-atik I`jaz Klasik, ahli bersastra Modern dibumbui pendekatan Tajdid, pendekatan Tahlili, pendekatan Semantik dan pendekatan Tematik yang kesemua itu (Sastra-sastra AlQur'an) akan amat berguna didunia peradaban sekarang, khususnya jika dipegang oleh kita ;penerus emas peradaban Al Qur'an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun