Aku menggeleng, "Teu nanaon. Mun keselak (Tidak apa-apa. Cuma keselak)."
Aku:Â Ngopo koe sok-sokan ngarani "abdi bogoh ka anjeun"Â (Kenapa kamu sok-sok bilang "aku cinta sama kamu" pakai bahasa Sunda?)
Firman:Â Yo iku ae sing aku tau (ya cuma itu yang aku tahu).
Aku menutup wajahku dengan kerudung. Menahan tawa yang ingin meledak. Kesal, geli, campur aduk jadi satu.
Aku:Â Sakkarepmu wis, Man. (Terserah kamu deh, Man).
Tanpa menunggu balasan, aku mematikan telepon genggam, memasukkannya ke dalam tas.
Aku menarik napas dalam, dan tersenyum pada lumuran senja di wajah Fauzan dan Kirana.
Semestaku, kini dan nanti.Â
Tak akan terganti.
***
N. Setia Pertiwi
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!