Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Eskapisme Dini Hari

17 Oktober 2018   17:51 Diperbarui: 17 Oktober 2018   17:58 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayi perempuan yang cantik itu tertidur pulas di balik selimut warna merah muda. Usianya baru tiga hari. Pada wajahnya, tersimpan gemintang yang memahkotai malam.

Perlahan, aku mengangkat, dan mulai menimangnya dengan sangat hati-hati. Hangat tubuhnya menyelubungiku dengan kasih sayang yang tumpah ruah. Aku gemetar, ketika tangan mungilnya menggamit jemariku begitu kencang.

Gerimis tengah malam ini terasa begitu romantis. Jendela yang berkilauan oleh terpaan rintik hujan, wangi tanah basah, dan syahdunya suara alam. Di tambah, semerbak aroma bayi yang mencandukan terhirup samar-samar.

Naluri memintaku bersenandung, membuai sosok manis dalam dekapan, mengantarnya ke dunia mimpi yang lebih dalam.

Saat tiba pada bait kedua, aku geming. Sayup terdengar derap langkah menaiki tangga. Aku mematung, menajamkan pendengaran. Satu orang, dua orang? Tidak, lebih dari itu.

Sontak, bulu kudukku meremang. Sudah tiga bulan suamiku belum juga pulang. Tidak ada siapa-siapa di rumah ini.

Gawat, jangan-jangan ... itu mereka. Makhluk-makhluk jahat yang suka mencuri bayi manusia. Kata orang, mereka suka menyantap bayi untuk dijadikan menu sarapan.  

Aku harus sembunyi, sekarang juga!

Dari balik kolong meja, aku mendengar pintu dibuka. Mereka memasuki ruangan, menyalakan lampu. "Dokter, 307 hilang," ujar salah satunya.

Aliran darahku berdesiran. Aku menepuk-nepuk bayi dalam dekapan, menjaganya tetap tertidur. Dia tidak boleh mengeluarkan suara sedikitpun. Aku tidak ingin menyerahkannya pada mereka. Bayi ini milikku!

Aku menyiapkan siasat. Pintu terbuka lebar. Aku hanya perlu berlari sekencang-kencangnya, seliar-liarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun