Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Fatamorgana (1) #7

18 September 2018   09:28 Diperbarui: 18 September 2018   09:31 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada akhirnya, tinggal aku sendirian. Dikelilingi tubuh-tubuh bergelimpangan. Aku memejamkan mata, ketakutan. 

Ketika tersadar, aku berada di tengah rel, berhadapan dengan kereta api yang melaju kencang.

Satu ... dua ... tiga ..., aku menghitung waktu hingga ...

Kurasakan sakit di sekujur tubuh. Terguling di atas lantai keramik. Buldoser, kereta api, dan tubuh-tubuh bergelimpangan menghilang. 

Mimpi yang sama lagi dalam dua hari, sejak peristiwa kelam di proyek reklamasi.

"Astaghfirullah! Ayah, baik-baik saja?" tanya istriku panik.

Aku mengangguk, mengusap punggung dan lengan yang terasa ngilu. Tersenyum pada perempuan lembut yang membantuku kembali ke tempat tidur. 

Kericuhan lenyap oleh hening yang menyeruak, tapi aku merasa ada kesalahan. Sepanjang malam aku terpejam, namun tetap memeluk kesadaran.

Mimpi itu bukan hanya sebentuk rekayasa alam bawah sadar, melainkan memori yang terpanggil kembali. Kedai kopi dan pria setengah baya, mereka bagian dari masa lampau yang tersimpan dalam. Penggusuran itu pernah terjadi lebih dari dua puluh tahun silam. Aku mengenali tempat dan wajah-wajah mereka.

Dia sahabatku, pria setengah baya bijaksana. Aku memanggilnya Gau. Ia sosok yang saban Sabtu Minggu menemaniku minum kopi di tepi rel kereta api.

Semasa SMA, kami selalu bersama hingga terpisahkan oleh nasib yang berbeda. Aku melanjutkan kuliah hingga S2, sementara Gau membantu pekerjaan ayahnya sebagai nelayan di pantai utara. Sejak itu, kami hanya bertemu dua kali seminggu di kedai kopi. Pertemuan yang lantas diakhiri oleh tragedi bagi seluruh bangunan berisi ratusan penghuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun