Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ketika Kabut Itu Pergi (1) #5

15 September 2018   08:08 Diperbarui: 18 September 2018   01:01 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu diam terus dari tadi. Pertama kali ikut open trip ya? Atau baru pertama kali naik gunung?" tanya seorang gadis berambut kuncir kuda. Aku mengenali wajahnya sebagai host acara petualangan di televisi. Dia pusat perhatian pada kumpulan manusia ini. Percaya diri, atraktif, dan suka bicara. Dia cahaya dan aku bayangan.

"Ya, baru delapan kali. Ini gunung kelima," Aku menjawab singkat, tersenyum seadanya.

Ia tampak terkejut. "Serius? Kok pendiam sekali. Kamu pasti tipe yang lebih mencintai alam daripada manusia ya," Dia tertawa, orang lain juga. Semua orang mendengar pembicaraan kami. 

Aku tersenyum. Hambar. Berharap tidak ditanya lebih lanjut. Aku harus menghindari gadis itu agar tidak terkena lampu sorot terlalu lama. Aku lebih suka menjadi bayangan.

Bagiku, alam tidak pernah menjadi tujuan. Tapi, aku tidak merasa perlu menjelaskan padanya. Orang-orang inilah yang menjadi alasan keberadaanku di sini. Spesies mereka adalah ambisiku. Manusia-manusia yang datang menjejak gunung dengan membawa gaya hidup perkotaan.

Tangan mereka gawai dan mata mereka lensa kamera. Aku menjalani hidup dengan mengamati dan menulis kisah-kisahnya.

Katakanlah, aku manusia di luar peradaban. Aku bukan penghuni hiruk pikuk dunia nyata, maupun dunia maya. Aku fana bagi banyak orang. Namaku bukan kata kunci yang mudah dicari dengan mesin pencarian milik Larry Page. Buku-buku karyaku lebih dikenal daripada sebaris nama asliku. Di internet, tempat orang-orang medioker terlihat cantik, aku hanya sebuah siluet.

Kalaupun ada yang kini mengusik wilayah kebisuanku adalah pemuda yang baru saja muncul kembali entah dari mana dan setelah melakukan apa. Kehadirannya bukan kabar baik bagi detak jantungku. Jay. Dia datang dan duduk di samping ketua rombongan. Mereka tampak membicarakan sesuatu yang serius.

"Kenapa sih dia dibiarkan pergi sendirian? Kalau sampai hilang bagaimana?" tanyaku pada salah satu panitia.

"Siapa? Jay? Biar saja, dia tidak mungkin hilang."

"Kenapa tidak mungkin?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun