Mohon tunggu...
Dahrun Usman
Dahrun Usman Mohon Tunggu... Essais, Cerpenis dan Kolomnis -

Manuisa sederhana yang punya niat, usaha dan kemauan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Guru Pertama dalam Hidupku

16 Juni 2017   08:22 Diperbarui: 16 Juni 2017   09:00 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: maziwal.blogspot.com

 Konsep Full Day School masih terus diperdebatkan oleh para ahli pedagogy. Sementara peran ibu sebagai pendidik di rumah masih sering terabaikan. Aforisme Arab mengatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Begitu mulianya posisi seorang ibu dalam kehidupan manusia, sampai-sampai ridlo Tuhan tergantung pada ridlo seorang ibu. Oleh karena itu, ibu mempunyai posisi sentral dalam mendidik karakter seorang anak, sehingga sudah sewajarnya kalau ibu juga harus berperan sebagai seorang "guru". 

Seorang ibu adalah mata hati kurikulum kehidupan (life of curriculum) yang menjadi pondasi karakter anak. Sebab pada sisi lain, guru tidaklah cukup sebagai satu-satunya figur yang ada di sekolah setiap hari, oleh karena itu adalah hal yang tepat kalau kita menempatkan Ibu di rumah sebagai "guru" pertama bagi anak-anak sebelum mengenyam pendidikan formal.

Tindakan vandalismyang dilakukan oleh beberapa kelompok sosial remaja di berbagai kota terutama di Kota Bandung beberapa tahun terakhir berakar dari gagalnya pendidikan karakter anak di rumah. Dan Ibu memegang peranan penting dalam meletakan pondasi dasar pendidikan karakter dalam diri anak.

Menurut hasil pemeriksaan Polresta Bandung, kebanyakan anggota kelompok sosial remaja yang anarkhis berasal dari keluarga mengalami broken home. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi broken home; Pertama, anak bergabung dengan kelompok sosial remaja anarkhis sebagai bentuk pelarian dan ingin mendapat perhatian dari orang tuanya. Kedua, anak tidak dihargai eksistensi dan prestasinya oleh kedua orang tua karena kesibukan kerja, sehingga anak merasa frustasi. Ketiga, anak mencari seorang figur yang bisa dijadikan sebagai panutan dan tempat curahan hati ketika mendapat masalah, ketika hal itu tidak ditemukan di rumah, maka dia akan mencarinya di luar rumah. Keempat, kegagalan orang tua melakukan pola asuh sejak kecil dan kurang memahami perkembangan psikologi anak. Karena sibuk kerja, maka anak besar dalam bimbingan pembantu, padahal anak tidak hanya membutuhkan makan dan uang saja, tetapi lebih dari itu, anak membutuhkan kasih sayang, kehangatan, dan pendidikan agama.

Model Al-Ghazali

Ada beberapa pendekatan dalam mendidik anak agar terhindar dari broken home.Menurut Imam Al-Ghazali, pendidikan karakter anak harus dimulai dari orang tuanya di rumah dan itu harus dimaknai sebagai proses yang berlangsung secara terus menerus dengan memperhatikan perkembangan psikologi anak. Karakter anak akan terbangun dengan baik apabila pola pendidikan dan perilaku yang berjalan di rumah juga baik. Sehingga dengan demikian, orang tua mutlak menjadi guru sekaligus teladan bagi anak-anaknya, oleh karena itu orang tua harus mengetahui metoda-metoda mengajar sesuai dengan perkembangan usia anak. Imam Al-Ghazali juga selalu menekankan pendidikan akidah dan ahlak sebagai dasar untuk membangun karakter anak. Tanamkan keyakinan pada diri anak adanya kekuasaan mutlak Tuhan dan kebiasaan berbuat baik pada semua orang, sehingga anak akan selalu terfokus pada hal-hal yang positif.

Kemudian, dalam upaya mengembangkan akhlakul kharimah (ahlak mulia) pada diri anak, maka harus diperhatikan beberapa hal, yaitu; 1). Menjauhkan anak dari pergaulan yang tidak baik. 2). Membiasakan anak untuk sopan santun pada orang tua dan orang lain. 3). Memberikan pujian kepada anak yang melakukan amal sholeh. 4). Membiasakan mengenakan pakaian yang putih (bagus), bersih dan rapih. 5). Mengurangi anak banyak tidur disiang hari. 6). Menganjurkan anak untuk selalu berolah  raga. 7). Menanamkan sikap hidup sederhana, dan 8). Mengizinkan anak untuk bemain setelah selesai belajar.

Model Belajar Sosial

Setelah pendidikan karakter anak dilaksanakan dengan baik di rumah, maka pendidikan selanjutnya adalah pendidikan sosial anak di lingkungan masyarakat. Salah satu pendekatan yang bisa dipakai pada model ini adalah pemikiran Alberta Bandura yang lebih mengajukan faktor-faktor kognitif daripada analisis tingkah laku. Artinya, anak belajar observasional ketika tingkah laku observer (anak) berubah sebagai hasil dari pandangan terhadap tingkah laku orang lain seperti; orang tua, guru, teman, saudara, pahlawan atau bahkan orang yang diidolakan. Sehingga menurut Albert Bandura, belajar melalui observasional melibatkan empat proses; Pertama, attentional,proses dimana anak menaruh perhatian terhadap perilaku orang yang dikaguminya.

Kedua, retention, yaitu proses merujuk pada upaya anak untuk memasukan informasi tentang orang yang dikaguminya seperti karakteristik fisik, mental, dan tingkah lakunya sehari-hari. Ketiga, production, yaitu proses mengontrol tentang bagaimana anak memproduksi atau merespons tingkah laku orang yang dikaguminya dalam bentuk perilaku fisik, emosi, dan mengidentifikasikan tingkah laku. Keempat, motivational,yaitu proses pemilihan tingkah laku model yang diimitasi oleh anak. Dalam proses ini terdapat faktor penting yang mempengaruhinya yaitu reinforcement atau punishment,apakah terhadap orang atau kepada anak.

Dengan memahami perkembangan psikologi anak dan kebutuhan anak secara lahir dan batin, maka kita bisa menghindarkan anak dari hal-hal yang negatif. Kelompok Gang Motor adalah salah satu bentuk penyakit sosial (pathologysocial) yang lahir dari anak-anak muda yang tidak terpenuhi kebutuhan batinya di rumah. Dengan demikian, maka sangat wajar kalau kebanyakan pemuda yang menjadi anggota kelompok sosial remaja anarkhis adalah yang mengalami broken home. Mereka secara ekonomis sangat terpenuhi karena berasal dari keluarga yang berada, tetapi secara batin mereka tidak terpenuhi.

Semoga dengan peran seorang ibu sebagai "guru" di rumah dan penggunaan dua pendekatan model belajar keluarga/karakter anak dari Imam Al-Ghazali dan model sosial dari Alberta Bandura, kita bisa mendidik anak-anak kita dengan baik, sehingga kelak ketika dewasa menjadi pribadi yang baik dan tidak terjerumus ke dalam lubang hitam ataupun masuk menjadi kelompok sosial yang tidak baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun