Mohon tunggu...
Novi Setiany
Novi Setiany Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Kehidupan adalah universitas tempat menimba ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Mata Cinta

29 Juli 2019   19:35 Diperbarui: 29 Juli 2019   19:54 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia berbicara dengan serius. Apakah lelaki itu sedang bercanda? Jikapun memang benar-benar, ini terlalu cepat. Ditambah selama dua minggu pelatihan, kami tidak pernah mengobrol sedikitpun seperti teman-temanku yang lain. Namun katanya, tak perlu waktu lama untuk mencintai seseorang. Hati tak pernah bisa diduga kemana ia akan berlabuh. Kita tak perlu berlama-lama untuk menuju jenjang pernikahan, karena sejatinya pernikahan itu ialah perkenalan tanpa akhir. Aku terdiam. Perasaanku campur aduk. Begitu cepat Tuhan mengabulkan harapku.

Hari demi hari kami semakin akrab. Baru kali ini aku merasakan hal yang tak pernah dirasa sebelumnya. Ternyata, cinta dapat mematahkan prinsip. Dia juga tahu tentang perasaanku terhadapnya. Kami saling mencintai. Namun, beberapa kali dia membicarakan pernikahan, aku selalu mencoba menghindar. Saat dia ingin ke rumah untuk menyatakan keseriusannya kepada kedua orang tuaku, aku belum bisa mengabulkan permintaanya. Bukan karena tanpa alasan, masih banyak impianku yang belum dicapai. Semua itu dapat kuraih dengan syarat aku tak boleh menikah dulu. Sepanjang bertemu, aku juga selalu menceritakan tentang impian-impianku padanya. Dan dia selalu bilang, "Mari kita wujudkan impian kita sama-sama". Aku hanya tersenyum. Dia juga tahu bahwa aku sudah mendaftar beasiswa untuk meneruskan pendidikan strata satu. Jadi jika aku diterima, dia harus menungguku untuk menikah dengannya. Apakah mungkin bisa? Bertahun-tahun menunggu?

Satu tahun berlalu. Aku melanjutkan pendidikan karena beasiswaku diterima. Kak Ihsan masih setia menunggu. Hingga suatu saat dia memintaku untuk bertemu. Seperti biasa kami berdiskusi tentang kegiatan masing-masing. Di tengah obrolan, dia menatapku dalam sekali. Lalu meminta maaf berkali-kali.

"Kenapa?"

"Saya mencintai kamu," ucap lelaki itu.

"Saya juga."

"Jika suatu saat Allah tidak menakdirkan kita berjodoh. Saya harap, kita masih saling menjalin silaturahmi meskipun atap kita tak akan sama."

Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang dia katakan. Kulihat matanya berkaca-kaca. Rambut diusapnya berkali-kali. Sekarang, wajahnya telah terbenam di kedua telapak tangannya.

"Lebih baik, kamu jangan mencintai saya lagi."

Aku benar-benar terkejut dengan kata-kata yang terucap dari bibirnya. Kak Ihsan benar-benar membuatku kecewa.

"Kenapa? Apakah saya membuat Kak Ihsan lama menunggu? Saya bisa memutuskan pendidikan saya jika itu yang Kak Ihsan mau. Saya siap menikah sekarang, jika Kak Ihsan meminta."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun