Mohon tunggu...
Novi Setiany
Novi Setiany Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Kehidupan adalah universitas tempat menimba ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Mata Cinta

29 Juli 2019   19:35 Diperbarui: 29 Juli 2019   19:54 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kak Ihsan menyuruhku masuk. Awal menjejakkan kaki, sebuah papan tulis berukuran 120x240cm yang dipenuhi dengan coretan, berhasil mencuri perhatianku. Lalu kulihat sekeliling, setiap sudut terdapat lemari yang dipenuhi dengan berbagai macam buku. Dinding tembok menambah keindahan ruangan itu dengan beraneka macam gambar berwarna. Aku baru sadar, semua mata anak-anak menyorotku dengan nada penasaran. Dengan segera, Kak Ihsan memperkenalkanku kepada mereka. Anak-anak itu tersenyum dan memberi salam kepadaku.

"Kak Alya cantik." Kata salah satu dari mereka. Aku tertunduk malu dan memberi ucapan terimakasih untuk pujian yang diberikan. Kak Ihsan mulai mengondisikan anak-anak untuk duduk dan tenang. Lalu dia membuka kantong kresek yang tadi kami bawa. Ternyata isinya makanan. Semua dia bagikan satu demi satu. Dia juga mengajakku untuk makan bersama. Aku tak bisa menolak.

Di tengah-tengan kegiatan makan, aku melihat laki-laki itu bercanda dengan mereka. Sungguh sosok yang lembut dan penuh kasih sayang. Tiba-tiba yang selama ini kujaga untuk tidak memandang mata laki-laki, kali ini bola mataku berani memandang dia. Perasaan aneh menjalar ke seluruh tubuh. Wajahnya sangat teduh sekali. Dia balik menatapku. Aku kaget dan dia tersenyum karena mendapati aku telah memperhatikannya.

Selama sembilan belas tahun aku hidup, tadi adalah perasaan pertama yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Apakah ini yang disebut dengan rasa cinta terhadap lawan jenis? Tapi aku hanya ingin mencintai suamiku saja kelak. Aku harap ini hanya sebatas perasaan kagum karena kebaikannya terhadap orang lain. Selesai makan, aku mencuci tanganku. Lalu beberapa kali beristighfar dan mengingatkan diri sendiri bahwa kedatanganku kesini untuk memperbaiki tulisan yang pagi tadi dicoret-coret Kak Ihsan.

Aku kembali ke ruangan tadi. Ternyata Kak Ihsan sedang belajar bersama mereka. Lelaki itu memanggilku dan memintaku untuk membantunya mengajari anak-anak menulis, berhitung dan membaca.

Dua jam berlalu. Anak-anak itu sebagian sudah pergi. Hanya tinggal beberapa yang masih sibuk membaca atau bermain puzzle dan lainnya. Kak Ihsan mendekatiku dan meminta maaf karena telah mengajakku ke tempat itu. Aku sama sekali tak keberatan. Dia bercerita bahwa tempat ini didirikan enam bulan yang lalu. Dan anak-anak tadi adalah anak asuhnya yang Kak Ihsan bawa dari jalanan. Katanya tidak mudah untuk mengumpulkan mereka. Bahkan lelaki itu harus berurusan dengan preman demi menyelamatkan anak-anak dari ketertindasan.

Aku semakin kagum dengan sosoknya. Mempunyai 'anak asuh' adalah salah satu cita-citaku dari dulu yang belum bisa tercapai. Andai saja lelaki yang dihadapanku ini adalah seseorang yang dikirim Allah untuk menjadi imamku kelak.

"Alya. Kenapa?"

Aku terbangun dari lamunan. Semoga Kak Ihsan tidak tahu apa yang kupikirkan tadi. Kulihat jam sudah pukul setengah empat sore.

"Lagi gak sholat?" tanyanya. Aku mengangguk. Kak Ihsan permisi kepadaku untuk menunaikan kewajiban dulu sebelum membahas persoalan di kelas tadi. Sepuluh menit kemudian, dia sudah tiba di hadapanku lagi. Kali ini aku langsung bertanya tentang karyaku yang habis dicoretnya.

"Tidak ada yang salah," ungkapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun