Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasi Jagung Urap Bunga Turi dan "Zero Waste"

11 Oktober 2021   10:01 Diperbarui: 13 Oktober 2021   20:05 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi jagung urap bunga turi (Dokumen Pribadi)

Menakar tumbu wadah nasi jagung dan ukuran porsi sajian. Sekali jalan akan menyediakan sekian porsi dengan harga @5K. Bila sekian persen adalah pendapatan bersih. Nyatalah langgam pujian permohonan, berilah kami hari ini rezeki secukupnya.

Mencukupkan rezeki penyedia energi. Paduan karbohidrat, protein, lemak, serat dan vitamin. Serba sederhana cukup mengenyangkan. Beberapa penyantap menjadikannya andalan asupan pangan. Tidak sedikit yang menyantapnya sebagai pemanja lidah pengelana nostalgia.

Bunga turi putih dipetik dari tanaman yang sering dijadikan peneduh jalan. Ataupun penguat pematang sawah dan pembatas ladang. Peneduh dengan hasil pangkasan untuk pakan. Penyubur lahan melalui bintil akarnya. Kembang turi sedapnya dinikmati untuk urap maupun pecel. Menemani nasi jagung juga gendar.

Zero waste budaya leluhur

Menyantap nasi jagung membawa diri pada kelana masa. Bagi kami masyarakat lereng Barat Lawu, jagung berkah pangan yang lumintu. Bukan pengalih namun menjadi bagian pemeliharaan Illahi.

Menjelang panen jagung, paman tani memancas bagian atas tanaman yang relatif masih segar menjadi bagian ternak. Jerami jagung, tebon kami menyebutnya. Saatnya panen, buah jagung kami petik dan angkut. Batang jagung dibabat dikeringkan untuk sediaan kayu bakar.

Menikmati bunyi kerisik kelobot keemasan bergesekan antar buah jagung laiknya musik kecukupan pangan. Kami menjemur buah jagung secara utuh dengan kelobotnya. Sering tampil eksotik kala petani mengupas sebagian kelobot masing-masing jagung dan mengikatnya menjadi untingan segenggaman setangkap tangan dewasa.

Kelak kami menyadap ilmunya bahwa penyimpanan jagung dengan kelobot meningkatkan daya simpan. Ikatan jagung kering disimpan di paga atau para-para ruang dapur tidak jauh dari tungku. Efisiensi energi, panas yang menguar dari tungku menjaga buah jagung tetap kering.

Para dulur di NTT memiliki budaya menyimpan buah jagung dengan cara eksotik atraktif. Digantungkannya ikatan buah jagung kering di pohon. Sangat mungkin bersahabat dengan iklim setempat.

Pada saat dibutuhkan, seikat jagung kering diturunkan dari para-para. Dikupasnya klobot kering. Disisihkannya klobot untuk keperluan menyalakan kayu bakar di tungku. Tangan terampil memipil biji jagung. Melepaskannya dari janggel. Janggelpun menjadi sediaan bahan bakar tungku, bara arangnya cukup panas dan tahan lama.

Saatnya kami menangani butir-butir biji jagung. Hendak dibuat apakah? Marning, grontol, nasi atau bubur jagung? Menunggu kreativitas pengolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun