Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sinamot (Partadingan) dalam Perspektif Narasi Kasih Ibu dan Kearifan Lokal

9 April 2019   20:53 Diperbarui: 10 April 2019   12:23 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengantin wanita Simalungun (dok pri)

Perbincangan tentang sinamot semacam mahar pada tradisi pernikahan adat Batak selalu seru. Kali ini saya berkesempatan menikmati dan menghayati sinamot dalam perspektif narasi kasih ibu. Bersyukur mendapat pembelajaran langsung dari sekjen Partuha Maujana Simalungun (PMS), Japaten Purba selaku protokol acara. Sinamot istilah dalam bahasa Batak Toba, partadingan dalam bahasa Simalungun. Beliau mengizinkan saya menyapanya dalam sebutan botou.

Sinamot (Partadingan) dalam Narasi Kasih Ibu
Sinamot atau partadingan yang sudah ditetapkan sebelumnya, diserahkan oleh keluarga pihak calon pengantin laki-laki saat acara maralop, yaitu acara menjemput calon pengantin perempuan.

Rombongan keluarga calon pengantin laki-laki memasuki rumah calon pengantin perempuan dengan pimpinan pemandu adat. Kelengkapan partadingan digendong oleh ibu calon pengantin laki-laki dengan selendang ulos/hio.

Melalui serangkaian pembicaraan yang semuanya dilangsungkan dalam bahasa daerah Simalungun, tibalah saatnya menyerahkan partadingan sebagai salah satu prasyarat pernikahan. Keluarga calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan bersama-sama menghampiri orang tua calon pengantin perempuan.

Tentunya dengan menyemat sirih di jemari dan beberapa penyerta kelengkapan adat. Diantaranya sepiring beras dengan potongan kunyit. Usai bersalam dengan menghaturkan sirih, prosesi penyerahan partadingan dimulai. Dengan tuntunan pemandu adat, calon pengantin perempuan mengambil potongan kunyit dan mengoleskannya ke dada ibunda dan ayahanda.

Lantunan nada hormat bahasa daerah Simalungun berbaur bahasa Indonesia, calon pengantin perempuan berterima kasih kepada ayah bunda yang telah membesarkannya. Senantiasa berdoa agar orang tua senantiasa dikaruniai kesehatan. Ibunda calon pengantin perempuan menyambutnya dengan dioleskannya potongan kunyit di dahi putrinda. Mendaras syukur selama ini menjaga kesehatan keselamatan sang putri dan berdoa agar lestari berkat keselamatan yang diterimanya.

Saatnya ibu calon pengantin laki-laki menyerahkan bungkusan partadingan kepada calon pengantin wanita. Pemandu adat menuntunnya, hanya inilah mahar kami menjemputmu. Narasi yang dikembangkan oleh ibunda: "nak, engkau sungguh berharga tak ternilai bagi keluargamu. Kami menjemputmu dengan mahar kasih sayang. Yang kami serahkan hanya simbol bagian dari kasih sayang kami. Engkau menjadi bagian berharga dalam keluarga kami"

Sang calon pengantin perempuan meneruskan mahar yang diterimanya kepada Ibundanya dengan panduan pendamping adat. "Hanya inilah mamak, mahar yang kudapat dan kusampaikan kepada orang tua" Bersama saling memegang, calon pengantin perempuan dan keluarga calon pengantin laki-laki menyerahkannya kepada orang tua calon pengantin perempuan.

Usai membuka bingkisan mahar dan protokol menjelaskan maknanya, kembali bingkisan mahar dirapikan dan diserahkan petugas kepada ibunda calon pengantin perempuan.

Pemandu adat pendamping keluarga calon pengantin laki-laki memberitahu akan ada narasi menarik. Visualisasi bingkisan partadingan/mahar yang digendong dan dijunjung di atas kepala dan maknanya. Bersyukur Eda, mamak calon pengantin perempuan menyampaikan narasinya dalam bahasa Indonesia.

"Bila bingkisan ini mamak gendong, ingatlah Nak, saat mamak mengendongmu. Menjagamu agar tidak jatuh. Tak mamak rasakan penatnya pinggang dan bahu. Menggendongmu adalah amanah yang mamak rasakan" Demikian tangkapan singkat atas narasi mamak calon pengantin perempuan.

Lalu dijunjungnyalah bingkisan partadingan mahar di atas kepala. "Demikianlah nak, partadingan mahar ini mamak junjung di atas kepala sebagai kebanggaan kami atasmu. Mengingatkan bagaimana kami orang tua menjunjungmu dengan segenap doa dan daya, untuk menjadikanmu seperti sekarang ini. Tak lagi kami ingat bagaimana cucuran keringat kami dalam menjunjungmu" Meski intonasi suara tetap keras, tatapan mata berkabut dan aliran air mata di pipi tak mampu menutupi rasa haru.

Mengikuti prosesi ini, menghadirkan perspektif lain dari simbolisasi mahar partadingan. Bagaimana kasih sayang ibu diwujudnyatakan dalam pengasuhan anak. Narasi kasih sayang yang dibangun dalam prosesi ini. Meski sangat dangkal pemahaman saya karena keterbatasan pemahaman bahasa bagian dari budaya Simalungun.

Kearifan lokal komponen penyerta partadingan
Sejak awal, protokol yang sekjen Partuha Maujana Simalungun, menghantarkan pesan budaya. Semakin tergerusnya budaya luhur adat Simalungun, dan bertekad untuk memelihara dan meneruskannya kepada generasi lebih muda. 

Penggunaan bahasa daerah Simalungun sebagai langkah perwujudan. Pada bagian yang sangat penting esensinya, beliau menyelipkan bahasa Indonesia, untuk melibatkan pemahaman tetamu yang tidak memahami bahasa daerah.

Membuka bingkisan pernik partadingan, dimulailah membabar isi dan maknanya. Bermula dengan membuka kain batik pembungkusnya. Bagaimana batik menjadi elemen budaya Tanah Toba yang khas ulos? Dibabarkannya kaitan hubungan silaturahmi raja-raja di Jawa dengan para raja di Tanah Toba. Esensi dari keragaman yang selalu ada benang merah kesatuan budaya.

Tampaklah semacam kantong dari anyaman pandan. Petugas mengeluarkan isinya satu-persatu. Semuanya meliputi 18 komponen. Angka genap, budaya Simalungun erat dengan angka genap pasangan 4 - 8, 6 - 12, 12 - 24 dan seterusnya. Mengandung makna, setiap komponen saling menggenapi. Budaya yang mengemukakan harmoni.

Terlihat seperangkat bahan menyirih dari tembakau, pinang, sirih dan kapur. Budaya menyirih yang akrab dengan keseharian masyarakat Batak. Senada dengan nginang dalam budaya Jawa. Pun dari daerah NTT, sirih dan pinang menjadi komoditas adat yang penting.

Tentunya sejumlah uang yang nilai besarannya sesuai dengan kesepakatan atau hasil perundingan sebelumnya. Beras menjadi komponen ritual adat yang penting. Mulai dari menyambut tetamu dengan memburaikan ke atas, disawur (bhs Jawa) sambil menyeru horas..horas..horas.

Tidak mampu mengingat rincian isi dan maknanya, juga kesulitan mencari literatur pendukungnya. Hal menarik adalah keberadaan semacam pisau, kunyit, kapas dan pilinan benang tiga warna. Suatu doa yang apik.

Apabila nantinya pasangan pengantin dikaruniai keturunan, pisau atau aslinya sayatan tipis dari buluh bambu sebagai pemotong ari-ari saat persalinan. Kunyit digunakan sebagai alas memotong ari-ari. [Pemangku adat meluruskan, pemaknaan simbol kunyit yang sering diterjemahkan sebagai emas] 

Kandungan semacam antibiotik alami dalam kunyit akan menghindarkan efek infeksi saat pemotongan ari-ari. Keberadaan kapas sebagai pembebat luka bekas potong ari-ari. Pun benang tiga warna dengan aneka makna sebagai pengikatnya.

Ada persamaan akar budaya, teringat penggunaan welat, sayatan tipis kulit bambu sebagai alat potong dalam budaya Jawa. Juga penggunaan lawe aneka warna sebagai benang pengikat. Semua berasal dari alam setempat.

Leluhur kita memiliki pengetahuan lokal yang sudah teruji dengan pengalaman. Pengetahuan yang terpilih berkembang menjadi kearifan lokal. Antar kearifan lokal yang saling terhubung menjadi kearifan global.

Doa yang sangat indah, mengharap generasi penerus sehat. Doa yang kadang dipelesetkan dengan tekanan pasangan baru sebagai penerus keturunan, garis darah. Tuntunan yang mampu membuat pasangan muda merasa tertekan. Mari kembalikan harapan dalam landasan penyerahan, biarlah segala sesuatu jadi indah pada waktunya.

Mengikuti secara langsung dan menikmati paparan maknanya, menambah khasanah pemahaman budaya. Betapa sinamot (partadingan bahasa Simalungun) bukan hanya berfokus masalah besaran angka atau bahkan penilaian 'harga pembelian' yang sering diungkapkan dengan miring. Sinamot adalah kekayaan budaya, mencakup kearifan lokal dan narasi kasih sayang Ibu.

Diatei tupa (terima kasih) ya Eda dan Botou yang memberi kesempatan menyesap sebagian kecil budaya Simalungun. Salam

Terima kasih, mendapat koreksi kalau istilah sinamot dalam bahasa Simalungun adalah partadingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun