Alur sajian diawali dengan format baku pasewakan agung di kedatonan, dilanjutkan dengan dagelan (lawak), perang (laga) dan ditutup dengan ampak-ampak. Menghilangkan babak roman tanpa mengurangi esensi cerita. Dialog memadukan pakem dan memperpanjang adegan dagelan untuk mengemas pesan dalam bahasa yang mudah dipahami penonton.
Babak pasewakan (dok pri)
Alkisah kerajaan Karang Gumantung memiliki dua putra mahkota kandidat pemegang tampuk tertinggi. Para nayaka praja (pemimpin wilayah, penjaga kedaulatan negara) yang semestinya netral malah membentuk kubu. Informasi resmi dipelintir menjadi hoaks. Pedhut atau kabut menyelimuti Karang Gumantung.
Penebar hoax (dok pri)
Menggunakan pakem hal kurang baik pasti terbongkar. Kekacauan yang membuat rakyat resah dihindarkan. Biarlah padang kurusetra berada di kelir pewayangan.
Inti informasi pemilu tanpa hoaks dikomunikasikan melalui media tradisional langgam kethoprakan. Pelaku kesenian mendapatkan panggungnya untuk berekspresi. Penonton mendapat hiburan dan pembelajaran tanpa menggurui. Berharap efektivitas pesan tersampaikan dengan baik.
Penonton hiburan tradisional (dok pri)
Media komunikasi tradisional masih berdaya di era digital. Tentunya dengan salin rupa seperlunya tanpa kehilangan esensinya.