Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembelajaran dari Reservoir Siranda

15 Desember 2017   07:45 Diperbarui: 15 Desember 2017   08:33 1558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reservoir Siranda-Bangunan Bersejarah di Kota Semarang (dok pri)

"Haruskah Kangmas sendiri yang memeriksa kondisi air di Reservoir Siranda?"

"Diajeng, hoax peracunan tandon air ini sungguh meresahkan masyarakat Semarang, harus ada data yang terpercaya untuk menangkalnya"

***

Percakapan imajiner penulis antara dr Kariadi dengan isterinya drg Soenarti ini yang mendorong saya menelusuri pendakian dari Simpang Lima Semarang ke arah Candi dan kawasan RS Elisabeth. Tepatnya di daerah Lempongsari, kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Tampaklah bangunan menarik Reservoir Siranda, salah satu bangunan bersejarah di Kota Semarang

Sekilas terlihat gundukan bukit berselimutkan rumput hijau itulah dome/kubah reservoir, tandon air dengan kapasitas 3 750 meter kubik yang kini dikelola oleh PDAM Tirta Moedal, Semarang. Bertengger anggun di puncak kubah terlihat kupola berjendela model krepyak. Gerbang reservoir Siranda tampil anggun berpenanda 1912, tahun pembangunannya sebelum tahun kemerdekaan RI. Bangunan lama yang masih tetap berfungsi hingga saat ini.

Reservoir Siranda (dok pri)
Reservoir Siranda (dok pri)
Pembelajaran dari Reservoir Siranda

Hoax masalah kesehatan masyarakat bukan hal yang baru. Sering kita merasa gemes dengan hoax yang meresahkan masyarakat, koq ya tega-teganya menghembuskan dan menyebarkan hingga viral, sesuatu yang tidak membuat tenteram. Begitupun suasana saat kemerdekaan RI baru berumur beberapa hari. Tersiar kabar, Jepang menebarkan racun melalui reservoir Siranda.

Entah rencana aksi bocor atau sengaja dihembuskan, yang jelas tujuan membuat keresahan masyarakat tercapai. Saluran informasi penyebaran berita yang sungguh efektif, seorang asisten rumah tangga keluarga Jepang mendengar bebisik tersebut. Kabar segera terhembus mengikuti kaidah kecepatan suara. Kasak kusuk dan gelombang ketakutan segera terbentuk dan makin menguat. Kabarpun sampai di markas pejuang di RS Purusara (Pusat Rumah Sakit Rakyat).

Pimpinan rumah sakit yang mengedepankan kesehatan rakyat memberikan mandat pemeriksaan kepada dr Kariadi yang saat itu menjabat sebagai kepala laboratorium. Latar belakang dr Kariadi selaku peneliti, mempercayai bahwa hanya data akurat yang mampu meretas hoax yang meresahkan. Data yang teliti berasal dari sumber data yang tepat, diambil oleh orang yang memiliki integritas tinggi dan metode yang benar. Prinsip garbage in garbage out, sample pewakil data yang salah hanya akan menghasilkan data sampah yang tidak menjawab rumusan masalah, sungguh beliau pegang dengan teguh.

Dengan menumpang kendaraan pejuang, dr Kariadi berangkat memeriksa kondisi air di Reservoir Siranda yang diduduki oleh tentara Jepang. Sejarah mencatat beliau gugur saat mengemban tugas mulia tersebut. Gugurnya dr Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang dan menjadi pemantik pengobar semangat perjuangan warga melawan dalam peristiwa yang dikenang sebagai Pertempuran Lima Hari (15-19 Oktober 1945) yang monumennya didirikan di Tugu Muda. Nama dr Kariadi diabadikan menjadi nama rumah sakit yang sekarang menjadi RSUP dr. Kariadi, salah satu bangunan cagar budaya di Kota Semarang.

Dokter Kariadi meneladankan bagaimana seorang peneliti meretas hoax dengan penyajian data yang tepat, pengorbanan yang sungguh mahal hingga ditebusnya dengan nyawa. Penelitian yang berangkat dari rumusan masalah yang menyangkut kemaslahatan bersama. Penelitian yang bermuara pada kepentingan umum. Penelitian menjadi sarana wujud karya pengabdian bukan hanya tumpukan dokumen di menara gading jenjang karir peneliti. Dokter Kariadi salah satu role model peneliti yang membumi.

***

"Papi mendedikasikan seluruh hidupnya dalam kegiatan penelitian"demikian kenang Kartini, putri pambayunnya.

"Es krim yang Papi janjikan, tak pernah lagi kami nikmati" kenang putri wuragil/bungsu beliau (Prof. Dr. dr. Sri Haryati) yang mengikui jejak ayah bunda menjadi pejuang kesehatan masyarakat.

Catatan: dijiwai dari berbagai sumber, apresiasi kepada peneliti yang membumi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun