Mohon tunggu...
Nikolaus Powell Reressy
Nikolaus Powell Reressy Mohon Tunggu... -

Eagle Flies Alone

Selanjutnya

Tutup

Politik

Duan Lolat: Sebuah Kearifan Lokal

1 April 2014   00:14 Diperbarui: 26 November 2015   05:00 1935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

         Selain pergeseran nilai di atas, yang menyebabkan kemiskinan, nilai duan lolat juga telah diseret-seret ke dalam arena politik praktis dan perburuan rente. Di dalam setiap hajatan politik yang berlangsung di Tanimbar, ada saja elite politik yang memanfaatkan duan lolat sebagai mesin pendulang suara. Demi kepentingan politik jangka pendek, relasi duan lolat yang sejatinya berada di ruang privat masyarakat Tanimbar, dengan mudahnya dijadikan tameng dalam perhelatan politik yang berlangsung di ruang publik. Akibatnya, hampir setiap peristiwa politik yang terjadi di Tanimbar selalu menyisakan keretakan hubungan kekerabatan di masyarakat. Tidak hanya itu, para pemburu rente di Tanimbar kerap memanfaatkan celah nilai duan lolat untuk melakukan moral hazard. Atas nama duan lolat, mereka rela mengeruk sumber daya publik untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau pun golongan.

         Dalam konteks kelembagaan, hubungan duan lolat yang begitu luhur ini bisa saja kita analogikan pada hubungan antar lembaga publik. Sebagai contoh, lembaga legislatif yang ada di daerah (baca: DPRD) bisa saja kita sebut sebagai pihak duan, karena DPRD merupakan representasi dari masyarakat yang ada di daerah itu. Sementara lembaga eksekutif atau Pemerintah Daerah bisa kita sebut sebagai pihak lolat yang bertugas untuk melaksanakan berbagai kerja eksekutif dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Dalam konteks lain, Pemerintah Daerah bisa saja diposisikan sebagai pihak duan yang merepresentasi masyarakat di daerahnya dengan menyelenggarakan tender proyek secara adil dan transparan. Sementara itu, para pelaku usaha yang mengikuti tender proyek (baca: kontraktor) bisa bertindak sebagai pihak lolat. Bagi kontraktor yang memenangkan tender, harus dapat melaksanakan proyek tersebut dengan mengikuti standar dan kinerja proyek sebagaimana telah disepakati dalam proses tender, sebagai wujud penghormatan terhadap duan-nya tadi (baca: Pemerintah Daerah).

         Barangkali seperti itu lah semangat duan lolat yang dapat kita aplikasikan ke dalam konteks publik. Nampaknya relasi duan lolat dalam berbagai urusan publik akan sangat bermanfaat apabila terus menerus kita analogikan. Catatan kritisnya adalah jika urusan duan lolat yang begitu privat ini dipaksakan untuk diterapkan secara utuh (tanpa dianalogikan) dalam konteks publik, sangat mungkin akan terjadi benturan yang menyebabkan kerugian bagi publik itu sendiri. Weber (1949) telah mengingatkan hal ini dengan mengatakan bahwa salah satu ciri birokrasi publik adalah impersonal atau bebas nilai. Sayangnya, masih ada saja pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang seringkali memanfaatkan celah duan lolat untuk melakukan berbagai upaya perburuan rente. Dalam tender proyek, misalnya, berbagai upaya gratifikasi dan mark-up bisa saja dilakukan atas nama duan lolat. Dalam berbagai peristiwa politik di Tanimbar, sebagaimana disampaikan di atas, ada saja elite yang dengan sengaja memanfaatkan celah duan lolat untuk meraup suara pemilih dan simpati publik. Padahal, bila merujuk pada pengertian duan lolat di atas, dapat kita sepakati bahwa relasi duan lolat sejatinya harus tetap berada pada ruang privat masyarakat Tanimbar dan tidak perlu diseret-seret untuk masuk ke dalam arena perburuan rente, termasuk ke dalam hiruk pikuk kompetisi politik yang berlangsung di daerah ini.

 

Dilema Pembangunan

Pergeseran makna duan lolat sebagaimana dijelaskan di atas sedikit atau banyak telah turut mengganggu efektifitas pelaksanaan pembangunan yang berlangsung di daerah ini. Sebagaimana dijelaskan oleh van Meter dan van Horn (1975), Edwards III (1980), Grindle (1980), Mazmanian dan Sabatier (1983), serta Cheema dan Rondinelli (1983), lingkungan sosial merupakan salah satu variabel kunci yang menentukan sukses tidaknya implementasi program-program pembangunan di masyarakat. Jika merujuk pada pendapat para ahli di atas, maka dalam pelaksanaan pembangunan di Tanimbar, duan lolat merupakan salah satu nilai kearifan lokal yang terdapat dalam variabel lingkungan sosial. Ketika telah terjadi pergeseran makna duan lolat, sebagaimana dijelaskan di atas, maka hampir dapat dipastikan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan di daerah ini akan semakin rendah.

         Sejalan dengan pendapat para sarjana di atas, Adler dan Kwon (2000) menyebutkan bahwa sifat modal sosial yang buruk dan jelek, termasuk di dalamnya nilai kearifan lokal, tidak memberikan sumbangan yang positif bagi pelaksanaan pembangunan. Putnam (2000) memperkuat pendapat Adler dan Kwon di atas dengan menyebutkan bahwa tinggi atau rendahnya derajat modal sosial yang dimiliki oleh suatu masyarakat—yang salah satunya ditentukan oleh kualitas kearifan lokal—akan sangat menentukan pelaksanaan pembangunan. Fukuyama (2003) mempertajam pendapat Putnam di atas dengan menyebutkan bahwa untuk menentukan tinggi atau rendahnya derajat modal sosial suatu masyarakat, kita dapat melihat derajat kepercayaan atau trust yang dimiliki oleh entitas masyarakat tersebut. Semakin tinggi derajat trust suatu masyarakat, semakin baik pula kualitas modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat tersebut sehingga dapat mendukung pelaksanaan pembangunan, begitu juga sebaliknya. Salah satu manifestasi derajat trust tersebut dapat terlihat pada kualitas kearifan lokal yang dianut.

         Dengan merujuk pada pendapat Adler dan Kwon, Putnam, serta Fukuyama di atas, dapat kita simpulkan bahwa pergeseran makna duan lolat ini secara tidak langsung telah menyebabkan rendahnya derajat modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Tanimbar. Kondisi ini tentunya sangat kontraproduktif dengan paradigma pembangunan yang berlangsung pada saat ini di banyak negara demokrasi, termasuk di Indonesia, yang membutuhkan dukungan partisipasi masyarakat yang baik.

         Sejak bergulirnya era demokratisasi dan otonomisasi di Indonesia yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,[3] telah terjadi pula perubahan paradigma dalam pelaksanaan pembangunan di negeri ini. Terkait hal ini, Pramusinto dan Hudayana (2014) mengemukakan bahwa jika sebelumnya pembangunan dilaksanakan dengan menggunakan paradigma supply driven development dengan mekanisme top-down atau teknokratis, maka saat ini pembangunan dilaksanakan dengan menggunakan paradigma demand driven development dengan mekanisme bottom-up atau partisipatif. Adapun beberapa isu penting dalam paradigma demand driven development yaitu: proses partisipatif, bottom-up, dan keswadayaan masyarakat.

         Dengan mempertimbangkan isu-isu penting pembangunan yang terdapat pada paradigma demand driven development sebagaimana dijelaskan di atas, sekali lagi dapat kita katakan bahwa dengan tingkat partisipasi, bottom-up, dan keswadayaan masyarakat yang rendah, yang salah satunya disebabkan oleh pergeseran nilai duan lolat ke arah yang negatif, yang berlangsung di masyarakat Tanimbar, maka pelaksanaan agenda-agenda pembangunan di daerah ini sejatinya tengah menghadapi persoalan serius. Kondisi ini perlu segera disikapi karena proses transisi sosial (perubahan sosial) yang sedang dan akan berlangsung di Tanimbar memiliki dosis yang tinggi.

         Setidaknya ada 3 (tiga) alasan yang bisa dikemukakan untuk menjelaskan situasi ini. Pertama, karena posisinya yang berada di kawasan perbatasan di wilayah selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai “Gerbang Selatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, melalui Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Nomor 2, Tanggal 7 Januari 2011, tentang Rencana Induk Pembangunan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014. Dalam rangka itu, berbagai instalasi vital negara, seperti instalasi militer, instalasi perhubungan laut dan instalasi perhubungan udara tengah dikembangkan di Tanimbar. Kedua, berbagai Multi National Corporation (MNC) di bidang minyak dan gas bumi tengah melakukan kegiatan eksplorasi di Tanimbar. Setidaknya ada 3 (tiga) MNC yang melakukan kegiatan ini, yaitu: (i) Inpex Corporation dari Jepang, (ii) China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dari Tiongkok, dan (iii) British Petroleum (BP) dari Inggris. Dari tiga MNC tersebut, Inpex Coporation dari Jepang sudah akan melakukan kegiatan eksploitasi dalam waktu dekat—diperkirakan pada tahun 2022 mendatang. Dalam rangka itu pula, berbagai perusahaan ikutan MNC-MNC di atas tengah melaksanakan berbagai aktivitas persiapan di daerah ini. Ketiga, dengan mempertimbangkan potensi sumber daya alam di atas, maka melalui agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 ini, Tanimbar akan menjadi salah satu daerah tujuan penting di kawasan ASEAN. Arus manusia, uang dan barang akan berlangsung secara masif di daerah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun