Mohon tunggu...
novy khayra
novy khayra Mohon Tunggu... Penulis - Aspire to inspire

Novy Khusnul Khotimah, S.I.Kom, M.A, SCL - Pegawai Negeri Sipil - Master Universitas Gadjah Mada - Penulis Buku -SDG Certified Leader

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebaya Representasi Inklusivitas Budaya Nusantara

5 September 2022   09:02 Diperbarui: 5 September 2022   09:19 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya saat wisuda memakai kebaya (sumber: dokumentasi pribadi)

Pengajuan Kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda di Unesco merupakan kabar baik yang perlu kita apresiasi dan dukung Bersama. Meskipun dalam implementasinya pengajuan ini dilakukan oleh beberapa negara sekaligus termasuk Indonesia, namun sebaiknya tidak menjadi polemik. Hal tersebut mengingat bahwa busana ini sudah menjadi warisan budaya nusantara selama ratusan tahun.

 Terlebih bila kita mengulik sejarah tentang kejayaan kerajaan Nusantara 500 tahun tahun yang lalu.  Saat itu Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur menguasai Nusantara yang tidak hanya meliput wilayah Indonesia sekarang, melainkan juga Malaysia, Brunei, Singapore, bahkan Thailand dan Filipina. Sehingga wajar bila sense of belonging terhadap Kebaya dari negara-negara serumpun kit aini tinggi, karena kebaya juga diwariskan oleh nenek moyang mereka yang notabene juga wilayah Nusantara.

Dalam perspektif saya pribadi, kebaya ini memiliki keunikan yang merepresentasikan inklusivitas dan humility. Kedua nilai tersebut tampak dari pemakaian kebaya yang selalu bisa dipakai oleh Wanita siapapun, dimanapun, acara apapun, dan dengan padu padan apa saja.

Kebaya bisa dipakai oleh Wanita Siapapun

Kebaya nyatanya bisa dipakai oleh Wanita dari mulai usia, status sosial, agama manapun, bahkan tidak harus wanita kelaahiran nusantara. Jika kebaya dianggap tren bagi generasi muda, nenek-nenek yang sekarang masih hidup terutama yang sempat mengalami penjajahan dan Perang Dunia I dan II identik dengan memakai baju kebaya dan jarik batik.

Tidak hanya dipakai nenek-nenek, anak kecil perempuan yang yang mengikuti peringatan hari kartini juga hobi memakai kebaya sebagai pakaian tradisionalnya. Walaupun itu diluar kehendaknya karena belum cukup pintar memilih alias preferensi ibu dari anak-anak ini.

Selain dari usia dari muda sampai tua, kebaya juga tidak ada batasan status sosial dan agama. Karena pakaian ini dipakai dari status sosial rendah hingga tinggi. Mulai dari tukang jamu atau tukang hingga selebritas dan istri pejabat atau pejabat itu sendiri. Mempadupadankan kebaya dan jilbabpun tidak mengurangi nilai budaya nusantara dan Islam  sebagai agama.

Kebaya Ada Dimana Saja

Kebaya ada dalam budaya besar di nusantara terutama di pulau Jawa, Sumatra, dan Bali. Kebaya paling umum adalah Kebaya Jawa, Encim, Sunda, Kutu Baru, Bali, bahkan Melayu seperti yang dipakai di Sumatra , Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Meski masih menjadi tradisi sebagai baju adat formal dalam beberapa kebudayaan, kebaya sering dipakai sebagai pakaian informal dan sehari-hari seperti yang dterjadi di pulau Bail. Orang-orang Bali melaksanakan ibadah dengan berpakaian tradisional termasuk kebaya bagi wanitanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun