Mohon tunggu...
novy khayra
novy khayra Mohon Tunggu... Penulis - Aspire to inspire

Novy Khusnul Khotimah, S.I.Kom, M.A, SCL - Pegawai Negeri Sipil - Master Universitas Gadjah Mada - Penulis Buku -SDG Certified Leader

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama untuk Kepentingan Ekonomi?

20 September 2020   08:26 Diperbarui: 20 September 2020   16:06 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya prihatin ketika masih banyak orang yang memanfaatkan agama untuk kepentingan ekonomi. Seperti kasus yang Saya saksikan dengan telinga Saya kemarin malam. Saya mendengar cersmah ustadz pakai toa (pengeras suara) masjid tapi memelintir hadist biar dagangan tasbih digitalnya di beli ibu2 pengajian.  ini isi hadist yang asli :

Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini", kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.[HR al-Bukhari no. 4998 dan 5659]

Tapi yang bagian kalimat "menangung anak yatim" Diganti dengan "yang bersholawat untukku". Kenapa dia berapi2 diganti kalimat ini? 

Karena sholawat tidak cukup sekali, melainkan harus sering. Apa salah? Tidak. Mengajak kebaikan itu baik, yang salah yaitu ketika menggunakan dalil tertentu (tidak sesuai lagi) untuk mendapat untung tambahan duniawi. 

Si penceramah ini menambahkan dengan dengan kalimat yang meyakinkan bahwa semakin banyak jumlah sholawat semakin bagus. Bagaimana tahu jumlahnya? Ya pakai tasbih.

" Wahai ibu2 jamaah apa iya? Kita kemana2 pakai tasbih manual? Kepasar? Bisa dikira  sok suci, ngerakeun bahasa sundanya alias malu-maluin."katanya.

Yang lbh memprihatinkan, itu tasbih digital dibagi satu per satu dulu sebelum si jamaah mengiyakan untuk beli atau tidak. Sama saja kan paksaan... Krn kalo dalam budaya "high context"  Pamali kalo tidak membeli barang yang sdh di tangan. 

Saya percaya tidak semua da'i demikian. Beberapa cukup dengan honor dari panitia. Bahkan beberapa malah menolak dibayar. Atau seandainya menerima hadiah barang mewah atas dasar keikhlasan. Namun entah karena zaman susah atau ingin lebih, masih ada yg bermotif seperti ini.

Saya jadi ingat dg para pendeta abad pertengahan di Eropa pencetus munculnya Kristen Protestan. Karena pendeta2 gereja ortodoks yang menjual sertifikat masuk surga / surat pengampunan dosa. Semakin banyak beli sertifikat/surat semakin tinggi derajat surganya. Bisa2nya surga dipecah jd saham. Jadi yang kaya bisa bebas berbuat dosa lalu beli surat kemudian impas. Begitu seterusnya. Sedang yang miskin ya maaf2 saja. 

Semoga ini hanya sekali atau seorang yang saya jumpai. Tidak  lagi ada orang yang menggunakan profesinya terutama di bidang keagamaan untuk mengambil untung lebih dari seharusnya. Terlebih jika tanpa keikhlasan jamaah alias memaksa. 

Karena banyak orang yang imannya masih lemah terhadap agamanya. Jangan sampai ia membenci agamanya sendiri bahkan murtad karena melihat role model yang salah dalam hidupnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun