Mohon tunggu...
Bahas Sejarah
Bahas Sejarah Mohon Tunggu... Guru - Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Sejarah Bangsanya Sendiri

Berbagi kisah sejarah

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menu Sahur Bung Karno dan Bung Hatta Ketika Merumuskan Proklamasi

31 Maret 2023   03:30 Diperbarui: 31 Maret 2023   06:46 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno bersama Bung Hatta (sumber: merahputih.com)

Kita ketahui, bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terjadi pada bulan Ramadhan 1364 H, atau 17 Agustus 1945. Nah, disini tentu ada hal yang menarik kiranya dapat disimak. Yakni menu sahur para perumus teks Proklamasi yang kala itu tengah merumuskannya di kediaman Laksamana Maeda.

Patut dipahami, bahwa kala itu, para tokoh yang berkumpul di kediaman Maeda tidak semuanya beragama Islam. Apalagi Maeda, jelas memiliki kepercayaan layaknya samurai Jepang. Lain hal dengan Soekarni, yang sampai kini belum dapat diketahui menganut agama apa, walau silsilah keluarganya memiliki hubungan dengan pasukan Pangeran Diponegoro.

Tetapi bukan soal perbedaan itu yang akan kita ulas. Melainkan menu sahur para tokoh yang rata-rata beragama Islam. Disini kita lihat betapa Maeda memiliki rasa toleransi yang begitu tinggi terhadap umat beragama lain. Tidak tanggung-tanggung, para tokoh yang hadir, khususnya Bung Karno dan Bung Hatta disajikan hidangan yang dapat dikatakan sederhana namun spesial kala itu.

Tanggal 9 Ramadhan 1364 H, adalah tanggal yang penuh dengan unsur patriotisme. Semua elemen dan para pejuang seolah siaga untuk keselamatan dua tokoh bangsa, Soekarno dan Hatta. Walau pasukan Jepang dapat dikatakan masih sangat kuat di Jakarta. Jaminan dari Maeda untuk merumuskan naskah atau teks Proklamasi tentu memiliki banyak hikmah yang dapat kita ambil.

Sekitar tanggal 16 Agustus pada pukul 23.00 WIB, para rombongan yang telah kembali dari Rengasdengklok, langsung merapat di kediaman Maeda. Para tokoh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo dengan segera merumuskan naskah atau teks Proklamasi yang hendak dibacakan esok. Hingga kurang lebih pada pukul 04.00 WIB, Proklamasi pun berhasil disiapkan.

Namun dibalik keseriusan perumusan Proklamasi, ada yang tidak kalah serius dari seorang pembantu Maeda. Yakni, Satsuki Mishina, yang berjibaku mempersiapkan menu santap sahur bagi para pejuang yang hadir disana. Santap sahur pun disediakan di ruang rapat dengan menu seadanya, yakni ikan sarden, telur dan roti. Jadi tanpa adanya menu wajib orang Indonesia, seperti nasi.

Kala itu, menu tersebut dapat dikatakan spesial, karena hanya dimiliki oleh kalangan pejabat Jepang. Bukan lantaran ketiadaan menu lainnya. Tetapi karena faktor keterdesakan, jadi apa yang dianggap terbaik oleh Satsuki, maka itulah yang dipersiapkan olehnya. Seandainya ia memilih untuk masak nasi dahulu dengan lauk pauk lainnya, tentu waktu sahur akan terlewati.

Disini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa Satsuki juga memahami batasan sahur bagi umat Islam. Sungguh toleransi yang sangat luar biasa bukan? Betapa bangsa Jepang sangat mengenal perilaku beragama umat Islam di Indonesia.

Jadi usai santap sahur, para tokoh yang telah menetapkan lokasi pembacaan Proklamasi pun memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Hingga waktu yang disepakati, mereka akan berkumpul di kediaman Bung Karno, di Jl. Pegangsaan Timur 56 untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, pada pukul 10.00 WIB. Demikian sejarah Indonesia mencatatnya.

Salam damai, terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun