“Ah, nggak mungkin jika tidak ada maunya,” jawab Bibi Hana dan Bibi Sari hampir bersamaan.
Nilam terdiam sesaat. Apa yang menjadi kekhawatirannya kini mulai terbukti, keluarganya agak kurang suka dengan kehadiran Ikhsan di rumahnya. Belum lagi nanti respon ayahnya setelah berbicara dengan Ikhsan. Duh,,,semoga ayahnya bisa lebih bijak, tidak seperti bibi-bibinya.
“Nilam, bawa ke ruang tamu kue-kuenya itu,”Kak Ros, kakak Nilam mencairkan suasana.
“Bi Hana, Bi Sari, biarkan Nilam menemani tamunya dulu yang sudah jauh-jauh datang ke sini,” lanjut Kak Ros kepada bibi-bibinya.
“Iya Kak Ros, terima kasih,” Nilam bergegas ke ruang tamu.
“Nak Ikhsan, silakan lanjutkan ngobrol-ngobrol dengan Nilam, bapak masih ada yang harus di kerjakan,” Ayah Nilam beranjak ke belakang setelah Nilam kembali ke ruang tamu.
“Baik Pak, terima kasih,” jawab Ikhsan sambil menundukkan kepala.
Nilam duduk bersebelahan dengan Ikhsan sembari meletakkan kue-kue lebaran khas daerahnya.
“Silakan dicicipi kuenya, Bang Ikhsan. Ini tidak ada lho di Jakarta,” ujar Nilam sambil tersenyum menatap Ikhsan yang juga sedang menatap dirinya lekat-lekat.
“Nilam, besok aku jemput kamu yah ke sini. Aku minta ditemani untuk keliling-keliling kota ini,” ujar Ikhsan sambil mencicipi kue yang disajikan Nilam.
“Tadi aku sudah minta izin sama ayahmu,” lanjut Ikhsan yang sepertinya tahu apa yang Nilam pikirkan.