Mohon tunggu...
Novi Ernawati
Novi Ernawati Mohon Tunggu... Guru - Cancer Survivor

Penulis Buku: Saya Kanker dan Saya Bertahan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Lakukan Ini agar Tak Depresi Menghadapi Diagnosis Kanker

18 November 2020   12:41 Diperbarui: 19 November 2020   09:39 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemberitaan kanker(Pixabay/PDPics) via Kompas.com

“Kamu pasti suka makan mi instan, terus ga suka sayur dan buah kan?!”

Entah berapa kali kalimat itu terdengar hanya beberapa saat setelah dokter mendiagnosis saya dengan kata paling mengerikan sepanjang hidup: kanker. 

Sel kanker berjenis ganas telah mengakar dan merusak sebagian jaringan usus besar saya. Nyeri yang tanpa jeda selama beberapa bulan ke belakang dan menyebabkan berat badan turun drastis, akhirnya terkonfirmasi sebagai kanker stadium lanjut.

Ya, hampir semua kanker yang terlambat didiagnosis, menimbulkan nyeri berat dan penurunan berat badan yang signifikan. Setelah diagnosis, lalu apa? Shock, sedih, hancur, menolak, tidak terima. Itulah rata-rata reaksi pertama pasien kanker terhadap kenyataan penyakitnya.

Ditambah dengan kalimat-kalimat “tuduhan” di atas, lengkaplah rasa sedih yang dialamai pasien kanker. Dan sayangnya…pertanyaan yang lebih mirip pernyataan tak terbantah tersebut, tak hanya diucapkan oleh teman, saudara, atau kerabat yang menjenguk, akan tetapi saya pernah mendapatkan itu dari perawat di rumah sakit tempat saya dirawat. Maka sejak saat itu, reaksi terhadap kanker bertambah: penyesalan dan rasa bersalah.

Beda lagi dengan sahabat saya penyintas kanker rahim, dia mendapatkan “judge” dari lingkungan bahwa penyakitnya itu adalah bentuk hukuman Tuhan akibat perilaku tak setia pada pasangan. 

Tak sedikit yang mengatakan langsung meskipun dengan bercanda “hayo…kamu ngapain di belakang suamimu?”. Hancur hati saya mendengar tangisnya pecah bercerita tentang sakitnya karena kanker dan stigma yang ada.

Karena kita tidak bisa mengontrol omongan orang dan memiliki keterbatasan menentukan pilihan dokter dan rumah sakit akibat kebijakan kesehatan di negeri kita, maka yang bisa dilakukan hanya mengontrol hati kita sendiri.

Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan pada siapapun yang tengah berjuang dengan kanker.

1. Jangan terlalu banyak bertanya pada Google tentang penyakit Anda.

Pasien yang sedang dalam kondisi psikologis tidak baik, akan mudah goyah dengan berbagai informasi yang diterima. Sebelumnya mungkin sudah sepakat dengan dokter untuk melakukan terapi medis tertentu, sampai kemudian mendapatkan berita-berita di internet yang membuat gamang dan berubah pikiran.

Jika beruntung mendapatkan dokter yang bisa memilih apa saja yang perlu disampaikan ke pasien, ini akan sangat penting. Dokter memang harus menyampaikan tentang kanker tersebut kepada pasien, tapi informasi yang terlampau jelas dan detail sering kali justru akan jadi bumerang. Terlebih di era digital seperti sekarang ini, di mana informasi begitu mudahnya didapat, tanpa diketahui sumber dan kebenarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun