Mohon tunggu...
Noviar
Noviar Mohon Tunggu... Administrasi - Statistisi Madya BPS Provinsi Banten

Bahagia dengan Menulis, Menggapai ridho illahi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Risiko Kesehatan dan Ekonomi Perempuan di Masa Pandemi

21 April 2021   07:36 Diperbarui: 21 April 2021   07:39 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Risiko Ekonomi  

Dari sisi ekonomi, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan resesi disebagian negara, termasuk Indonesia. Perekonomian Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen. Hal ini berdampak kepada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Dampak pandemi terhadap perekonomian juga berdampak kepada pekerja perempuan. Perempuan lebih rentan terhadap goncangan ekonomi karena mereka memiliki pendapatan yang rendah,  tabungan  yang rendah, dan  cenderung  tidak  memiliki proteksi  yang  memadai  akibat statusnya yang  mayoritas  sebagai  tenaga  kerja  informal (ILO,  2020;  UN,  2020).

Dampak Covid-19 terhadap peningkatan jumlah pengangguran sudah terbukti dari berbagai data yang ada namun belum ada informasi detail jumlah pekerja yang di PHK menurut jenis kelamin. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2020, Tingkat Pengagguran Terbuka (TPT) pada tahun 2020 mencapai 7,07 persen atau meningkat 1,84 persen dari tahun 2019. 

TPT perempuan meningkat 1,23 persen dari 5,23 persen pada Agustus 2019 menjadi 6,46 persen pada Agustus 2020. Selain itu, jumlah pekerja perempuan yang setengah menganggur yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu) mengalami peningkatan sebesar 3,05 persen selama setahun terakhir (Agustus 2019-Agustus 2020). 

Selain itu, perempuan banyak yang bekerja pada sektor-sektor yang terdampak berat oleh krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sektor tersebut diantaranya akomodasi dan makan minum, industri pengolahan (terutama tekstil dan garmen) dan perdagangan (ILO, 2020).

Dampak, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan kebijakan WFH dan SFH yang menyebabkan kembalinya peran ganda perempuan semakin kuat sehingga waktu luang yang dimiliki perempuan menjadi terbatas. 

Berdasarkan data Susenas 2020, terdapat 38,77 persen perempuan dengan status menikah yang berperan ganda (bekerja dan juga melakukan kegiatan mengurus rumahtangga) dan memiliki anak yang masih sekolah SD. 

Artinya, diantara 10 perempuan yang berperan ganda, terdapat 4 perempuan yang mungkin juga mendampingi anak usia SD yang sedang sekolah. Selain itu, dari data Susenas juga tercatat sekitar 28 persen perempuan yang bekerja dan mengurus rumah tangga, masih memiliki balita.

Kebijakan Work From Home atau bekerja dari rumah menjadi tantangan tersendiri bagi pekerja perempuan Indonesia. Berdasarkan data Sakernas, perempuan yang menggunakan internet dan pemanfaatan teknologi informasi dalam pekerjaanya hanya mencapai 25,77 persen, artinya ada 74,23 persen perempuan yang tidak menggunakan internet dalam pekerjaannya. 

Hal ini menjadi menarik bila dihubungkan dengan kebijakan WFH yang mana kegiatan bekerja dari rumah sebagian besar memanfaatkan teknologi informasi dan menggunakan akses internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun