Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Fenomena Latah dari Sebuah Film

26 Desember 2012   07:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:02 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa bangga menjadi warga Negara Indonesia, yang mempunyai beragam fenomena. Salah satunya adalah fenomena latah J.

Dari beberapa fenomena latah, salah satunya adalah Fenomena latah masyarakat terhadap sebuah film.

Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan terhadap rekan, sahabat dan keluarga, berikut adalah hasil surveynya :

- Setelah menonton film 5 Cm, mendadak cinta tanah air, sibuk bikin trip naik gunung.
( Buat saya mah basi, naik gunung sudah saya lakukan sejak SMEA )

Berbagi cerita semasa SMEA ah J. Saya menghabiskan masa ABG di kota budaya, Solo, mengenyam pendidikan di sekolah putri, dengan mengambil jurusan sekretaris, suatu jurusan yang tidak pernah sekali pun terbersit sebelumnya. Selama di sana saya tinggal dengan nenek, yang kebetulan rumahnya bersebelahan dengan kost-kostan mahasiswa UNS (eheemm J ).

Menikmati nuansa pegunungan, sebenarnya sudah saya lakukan sedari SMP, Tangkupan perahu adalah objek yang sering saya kunjungi.

Kembali pada kisah seru semasa SMEA, yang paling saya ingat adalah kebiasaan yang hampir sering saya lakukan, yaitu hobby yang di lakukan antara rentan waktu perminggu atau perdua minggu, yaitu mendaki Gunung Lawu. Pendakian ke Gunung Lawu bisa di lakukan dengan menggunakan dua jalur, melalui jalur Cemoro sewu atau Cemoro kandang. Jalur Cemoro sewu, treknya masih berada di area Jawa Tengah, sementara Cemoro kandang, treknya berada antara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk mencapai Gunung Lawu, dari Solo tidaklah terlalu sulit, karena hanya perlu sekali menggunakan bus umum, dengan memakan waktu kira-kira 2 jam, kita sudah sampai di terminal Tawanmangu, setelah itu, berganti colt menuju jalur pendakian.

Selama perjalanan ke jalur pendakian, saya dan kawan-kawan biasanya lebih memilih ikut colt buntung. Duduk dalam kendaraan bak terbuka, dengan hamparan luas sayur mayur di kanan kiri, menjadi pemandangan yang hingga sekarang masih bisa saya ingat. Wortel yang ranum, daun sawi yang hijau segar, dengan butir-butir air di helain daunnya, atau kubis yang bulat-bulat putih menggoda. Bunga-bunga yang tumbuh liar sepanjang jalan, para petani yang pulang dari ladang dengan memanggul sebagian hasil buminya.

Tapi sayangnya, semua hal tersebut hanya di abadikan dengan kamera jadul, yang masih menggunakan rol film. Roll film negatifnya rusak, maka hilanglah kenangannya. (nasip L )

Jujur, ketika melihat film 5 Cm, saya juga mendadak latah untuk naik gunung lagi. Sebenarnya, jika saja waktu itu saya tidak mendadak demam, mungkin saya sudah bisa melihat samudra awan di puncak Semeru. Namun karena saya mendadak demam, jadi saya hanya bisa sampai post Ranupani saja. Menatap sedih punggung kawan-kawan yang melangkah naik.

Biasanya saya dan rekan-rekan, memilih waktu siang hari dari Solo, agar tiba di Tawangmangu sore hari, sehingga mempunyai waktu beristirahat sebelum mendaki puncak.

Gambaran dalam film 5Cm, kurang lebih sama dengan gambaran ketika mendaki Gunung Lawu, hanya saja, Gunung Lawu tidak seindah dan jalur pendakiannya tidak seberat  Gunung Semeru.

Jika di tanya, apa yang saya dapatkan dengan menyukai hobby naik gunung, adalah saya bisa belajar untuk gigih berjuang dalam mencapai sesuatu. Bahwa segala sesuatu membutuhkan sebuah kerja keras dan semangat. Jika sudah bekerja keras dan semangat, maka InsyaAllah, segala sesuatu yang menjadi keinginan pasti tercapai. Kalaupun masih terdapat aral melintang, bisa jadi, kita harus melakukan intropeksi diri.


- Setelah menonton film Habibie Ainun, mendadak melow, mesra dan sejenisnya
( Buat saya mah basi, bapak ibu saya kisah cintanya lebih hebat dari mereka, hanya karena bapak ibu saya rakyat jelata aja jadi kehebatan kisah mereka tidak terblow up )

Nah, kalau soal kisah cinta-cintaan mah, saya lebih suka membicarakan kisah Bapak dan Ibu saya, karena, kasih sayang dan keserhanaan mereka sudah saya saksikan sendiri. Cinta yang sederhana, tanpa embel-embel tendensi apapun.

Namun, satu hal yang menurut saya luar biasa dari film Habibie Ainun adalah sikap seorang Ainun yang melakukan aksi emansipasi, namun tetap berpegang teguh bahwa wanita adalah sosok yang mempunyai kodratnya sendiri.

Termasuk kodrat mengurus suami dan anak. Ainun adalah seorang dokter, namun demi kecintaannya pada keluarga, lebih memilih tidak menekuni profesinya. Bagi saya pribadi, hal ini nampak sangat luar biasa, sebuah bentuk emansipasi yang elegan. Dalam artian elegan, sebagai wanita, kepintaran dan keintelek-an Ainun tidak di ragukan lagi, namun secara kodrat wanita, Ainun sudah mengenapinya.

Saya berharap sich, film ini bisa menginspirasi para wanita, supaya tidak kebablasan dalam memaknai sebuah kalimat “Emansipasi wanita”. Supaya para wanita bisa tampil lebih maju tanpa harus berubah menjadi seperti sosok laki-laki.

- Setelah menonton Film Breaking Down, langsung demen lagunya Christina Perri.

Jadi tersenyum sendiri, karena tanpa saya sadari, saya menjadi kecanduan lagu ini, bahkan hobby bermain biola yang sudah hampir setahun saya tinggalkan, sekarang mulai saya tekuni lagi. Dalam pikiran saya adalah betapa indahnya bermain musik biola, di depan pasangan kita. Memainkan setiap dawainya, pada saat dia berulang tahun.

(Huehehehee…berkhayalnya ketinggian ya ? )

Ehm, efek apapun yang dilihat atau didengarkan, tentunya kembali pada pribadi masing-masing orang. Karena apa yang kita pikirkan, hanya diri sendiri dan Tuhan yang tahu.

Namun alangkah bijaksananya bila apapun itu, tidak berdampak buruk bagi diri sendiri terlebih bagi orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun