Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cermin) Kepada Hati yang Pantai

30 Desember 2015   21:18 Diperbarui: 30 Desember 2015   23:51 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokumen Pribadi Inem"][/caption]

 

Aku adalah laut, yang selalu menuju hatimu yang pantai.
***

Bertemu denganmu rasanya, membuatku terlahir kembali sebagai seorang bayi. Seperti seseorang yang tidak pernah mempunyai masalalu tentang apapun.
Seolah-olah, masalalu tentang siapa aku, darimana asalku, siapa musuhku, bahkan siapa laki-laki terakhir yang bersamaku kemudian meninggalkanku dengan ceroboh pun aku lupa. Bertemu denganmu sungguh membuatku tidak lagi membutuhkan runutan sebuah masalalu. Padahal dari rahim masalalulah, kamu menemukanku.

***

Namun seperti yang sudah-sudah dialami oleh banyak pecinta dan tercinta, kehadiran cinta yang tiba-tiba tidak akan pernah bisa disejajarkan dengan logika.
Karena cinta tidak mengenal rumus alam apapun. Cinta ya cinta. Sesuatu...sebuah...rasa yang bersifat statis. Lentur, ringan namun menghanyutkan sesekali mematikan. Cinta bukan proses metamorfosis.
Aku yang telah kehilangan masalaluku, sejak jatuh cinta padamu, kerap berada di ruang yang tak bisa kunamai. Bahkan jejak-jejak kakiku yang biasanya meninggalkan jejak, mulai membias jejaknya. Kosong.
Jatuh cinta padamu rasanya seperti seorang penagih hutang. Yang harus selalu mendatangi si terhutang, menagih dan menagih. Tak peduli apapun keadaan dan kondisi si tertagih.
Mungkin benar jika seorang Rumi mengatakan bahwa mata cinta tidak akan bisa melihat cela. Aku yang telah tersungkur jatuh di hatimu, tak mampu memilah dan memilih segala cela milikmu. Bahkan hal terburuk tentangmu pun nampak merona indah di netraku.
Aku merasa seperti manusia yang kesulitan menemukan pintu keluar dari dunia yang spasial ini untuk menuju ke dunia yang nonspasial.
Gilanya aku, saat terjerembab di hatimu yang palung, aku merasa bak seorang ilmuwan handal di pelosok negeri ini. Ilmuwan yang mempunyai berjuta-juta rumus teori bagaimana semestinya memperlakukanmu.
Memperlakukanmu yang begitu rajin menghujani hari-hariku dengan kerlingmu yang klasik.


***

Sudah menjadi sejarah yang kekal. Bahwa dalam sebuah kisah percintaan akan selalu ada airmata yang menggenang di pelupuk mata.
Dan aku tidak pernah menginginkan sejarah ini berlaku pada aku dan kamu. Pada kita.
Betapa inginnya aku menjalani kisah cinta ini tanpa airmata. Walau kelak, akan ada satu fase bagi kisah kita, dimana salah satu dari kita harus menangis karena merasa tersakiti.
Namun, keyakinanku padamu setebal lemak yang menggantung di area pinggulku. Bahwa dalam fase apapun, nyala api cinta kita akan tetap menyala. Kalaupun meredup, maka dengan ikhlas hati akan ku peras seluruh lemak di pinggulku, demi menjaga nyala suluh cinta kita.


***

Maka, sekali lagi dunia ceriaku kembali lahir.
Walau masih dengan warna-warni berlumur dosa dan racun, sisa-sisa bias masalalu. Namun semuanya terurai sempurna oleh gradasi hatimu yang pantai. Hati yang selalu setia menggiringi rotasi pergantian matahari, yang terbit di pagi hari kemudian tenggelam, dilumat bibir senja.

 

 

***


Oil City, 30-12-15

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun