Mohon tunggu...
Noven Suprayogi
Noven Suprayogi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Departemen Ekonomi Syariah - FEB Universitas Airlangga

Dosen Departemen Ekonomi Syariah - FEB Universitas Airlangga dengan minat riset dan keahlian di bidang Akuntansi dan Audit Syariah, Keuangan dan Perbankan Syariah, Islamic Social Finance, Politik Ekonomi Islam, Cybergogy, Pendidikan Ekonomi Islam, dan Ekonomi Keluarga. Saat ini juga sebagai Peneliti di Center for Islamic Social Finance Intelegent (CISFI) FEB Universitas Airlangga dan Ketua Laboratorium Pengembangan Ekonomi Islam (LPEI) FEB Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Financial

Modal Bisnis dari Dana Wakaf Uang

6 Februari 2021   22:04 Diperbarui: 6 Februari 2021   22:35 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Wakaf uang merupakan model wakaf kontemporer yang belum banyak berkembang di Indonesia, selama ini wakaf di Indonesia identik dengan wakaf tanah. Sehingga luas tanah wakaf di Indonesia menurut data Kementrian Agama seluas 52.679,50 ha. Wakaf uang dalam sejarah Islam mulai dipraktekan pada awal abad kedua hijriah, sedangkan wakaf uang di Indonesia baru dikenal ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang bolehnya wakaf uang pada tahun 2002. 

Fatwa MUI tersebut diperkuat dengan Undang Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu pada Pasal 16 ayat 3 disebutkan bahwa uang adalah salah satu benda yang dapat diwakafkan. Pengenalan wakaf uang semakin diperkuat dengan diluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang oleh Presiden Jokowi pada bulan Januari 2021 kemarin. Meskipun sebenarnya, secara implementasi kebijakan telah dikeluarkan peraturan pelaksana atas UU No. 41 Tahun 2004 yaitu Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 dan Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 4 Tahun 2010.

Pengelolaan wakaf uang harus disertai dengan usaha produktif agar wakaf uang tersebut dapat memberikan manfaat secara sosial kepada masyarakat. Donatur wakaf (wakif) akan menyerahkan dana wakaf kepada pengelola dana wakaf (nazhir). 

Dana wakaf uang tersebut akan menjadi dana abadi yang dikelola oleh nazhir untuk dipertahankan jumlah nilai nominal dana wakaf uang tersebut agar tidak berkurang. Agar dana wakaf uang tersebut memberikan manfaat, maka nazhir harus menginvestasikan dana wakaf uang tersebut. 

Hasil investasi dana wakaf uang tersebut akan disalurkan kepada penerima manfaat (mawquf alayh) yaitu masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial atau kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh pengelola dana wakaf. Hasil investasi wakaf uang tersebut selain untuk dana sosial (minimal 50%), juga dapat diperuntukan membiayai operasional pengelola dana wakaf sebesar maksimal 10%, dan sisanya dapat dipergunakan sebagai cadangan atau penambah dana wakaf uang yang dikelola.

Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memberikan wewenang kepada nazhir wakaf uang untuk melakukan investasi atas wakaf uang pada instrumen keuangan syariah yang dikelola oleh Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Badan Wakaf Indonesia (BWI) juga memberikan aturan bahwa nazhir wakaf uang dapat melakukan investasi atas dana wakaf uang ke sektor non keuangan syariah (bisnis halal) sebesar 40% dari total dana wakaf uang yang dikelola oleh nazhir. 

Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 juga memberikan keleluasaan nazhir wakaf uang untuk menginvestasikan dana wakaf uang ke sektor non keuangan syariah dengan syarat harus dilindungi dengan asuransi syariah untuk menjaga nilai dana wakaf uang jika terjadi kegagalan investasi di sektor non keuangan syariah. Sehingga berdasarkan aturan yang ada, dana wakaf uang dapat diinvestasikan oleh nazhir wakaf uang ke sektor produksi/riil (bisnis) yaitu sebesar 40% dari dana wakaf uang yang terkumpul, dan harus mendapatkan perlindungan asuransi syariah atas investasi di sektor produksi/riil tersebut.

Nazhir wakaf uang dapat bekerjasama dengan para start-up bisnis halal untuk mengelola dana wakaf uang tersebut yaitu memberikan modal bisnis dengan menggunakan akad berbasis bagi hasil (akad mudharabah atau musyarakah). Pola kerjasama bisnis antara nazhir wakaf dengan start-up bisnis halal dengan akad berbasis bagi hasil tersebut akan memberikan kemudahan bagi para start-up bisnis halal untuk mendapatkan modal pengembangan usahanya dengan biaya modal yang murah jika dibandingkan permodalan dari perbankan. 

Sehingga dana wakaf uang ini dapat disinergikan untuk pengembangan usaha kecil dan menengah yang bergerak dalam produksi produk halal, dan hasil investasi dana wakaf uang tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan sosial kemasyarakatan yang dikelola oleh nazhir wakaf uang.

Wakaf uang merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk mensinergikan antara sektor bisnis dan sektor sosial. Investasi dana wakaf uang pada start-up bisnis halal akan membantu para start-up bisnis halal mendapatkan modal bisnis sehingga akan mendorong kenaikan produksi produk halal di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (ekspor). 

Semakin meningkatnya produksi dan keuntungan bisnis halal yang dimodali dengan wakaf uang akan meningkatkan hasil investasi wakaf uang tersebut, sehingga akan membantu nazhir wakaf untuk meningkatkan layanan dan jangkauan layanan sosial kepada masyarakat yang dibiayai dari hasil investasi dana wakaf uang di sektor bisnis halal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun