Mohon tunggu...
Nova SitiUmaya
Nova SitiUmaya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Life is Like Traffic Lights~ masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Klitih di Yogyakarta, Apa Penyebabnya?

27 Mei 2023   09:21 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:27 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Klitih/ Sumber: Jogjaklik.com

Fenomena klitih di Yogyakarta hingga saat ini masih sering meresahkan warga. Klitih di Yogyakarta merupakan fenomena yang sudah ada sejak awal tahun 1990-an. Pada awalnya istilah klitih memiliki arti positif yaitu ketika seseorang sedang mengisi waktu luang dan mencari udara segar. Seiring waktu, istilah klitih berubah menjadi sebuah tindak kriminalitas. Pada tahun 2016, Klitih mulai hidup kembali di masyarakat yaitu sebuah kenakalan remaja dan permusuhan antarkelompok. Namun, kini fenomena klitih tidak hanya menyasar permusuhan antarkelompok, tetapi juga masyarakat umum secara acak dan tak terduga.

Menurut para psikolog, kejahatan Klitih disebabkan oleh peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ini menjadi fase yang rentan, karena pada masa ini terjadi pencarian jati diri dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Kegagalan dalam menemukan identitasnya menyebabkan kebingungan atas identitas mereka sendiri. Peran orang tua dan keluarga disini sangat penting, ketika anak kurang berkomunikasi dengan orang tua, kontrol orang tua rendah sehingga menyebabkan hubungan yang buruk sehingga anak akan merasa kehadirannya tidak diakui dan merasa tidak nyaman di rumah. Sebagaimana penuturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, bahwa kasus klitih merupakan akibat kurangya komunikasi dan kontrol orang tua terhadap anak.

Ketika komunikasi tidak terjalin baik, anak akan mencari pengakuan dan kehangatan dari tempat lain. Ketika mereka menemukan sekelompok orang yang dirasa mampu membuat dirinya dihargai dan dianggap, mereka akan merasa nyaman. Namun untuk tetap dihargai dalam kelompok tersebut, mereka harus mengikuti norma-norma dalam kelompok (yang menyimpang norma asusila) sehingga menyebabkan mereka melakukan tindak "klitih" sebagai "syarat" agar tetap diakui dan diterima.

Inilah yang harus menjadi perhatian penting baik bagi orang tua maupun anak. Kembali kepada ajaran Allah dan sirah para Nabi dan orang sholeh guna bercermin kepada cara dan etika komunikasi interpersonal antar orang tua dalam upaya mendidik dan membentuk karakter anak. Komunikasi yang dibangun orang tua kepada anak perlu menggunakan komunikasi dengan tutur yang lembut, persuasif, mendidik, dengan kalimat yang sopan dan mudah dimengerti. Jika anak dinasihati dengan kata-kata dan kalimat yang sopan akan membentuk dirinya menjadi pribadi yang sopan ketika berkomunikasi, baik dengan orang tua maupun dengan orang lain.

Selain itu, komunikasi antar anggota keluarga begitu penting, karena pada hakikatnya adanya komunikasi interpersonal yang terbuka antara orang tua dan anak menyebabkan seorang anak merasa dihargai, disayangi diperhatikan oleh orang tuanya. Hal ini juga yang dilakukan Nabi Ibrahim ketika berkomunikasi dengan anaknya yang terdapat pada Quran surat as-Safaat ayat 102. Bagaimana Nabi Ibrahim mengkomunikasi mimpinya kepada Ismail anaknya tentang perintah untuk mengorbankan Ismail. Adanya keterbukaan komunikasi dan saling support antar orang tua dan anak serta menghindari prasangka negatif satu sama lain.

Komunikasi orang tua kepada anak dapat mengarahkan perkembangan dan perilaku anak kepada hal positif yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam dan norma masyarakat yang berlaku, baik di rumah maupun di sekolah. Namun akan jauh berbeda apabila komunikasi dalam keluarga khususnya antar orang tua dan anak tertutup, hal ini akan menyebabkan anak merasa tidak dihargai, kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya di rumah. Inilah yang menyebabkan anak mencari kehangatan di luar rumah yang menyebabkan banyaknya perilaku menyimpang bahkan kriminalitas oleh anak khusunya remaja.

Dalam penerapannya, komunikasi interpersonal orang tua dan anak dapat menjadi upaya preventif terhadap aksi kejahatan klitih di Yogyakarta. Komunikasi yang terjalin baik akan menumbuhkan rasa bangga pada diri anak, sehingga anak tidak merasa kehilangan identitasnya. Ketika berkomunikasi orang tua mendengarkan dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengutarakan perasaan dan pendapatanya dengan memperihatikan keadaan psikologi dan kebutuhan anak. Karenanya seorang anak akan merasa nyaman di rumah akibat lingkungan yang sehat dan mendukung. Orang tua pun lebih mudah mengawasi dan mengontrol ketika anak berada di rumah.

Perlunya jalinan komunikasi yang baik dalam lingkup keluarga, terutama peran ayah dan ibu. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling utama, karena lingkungan keluarga merupakan lingkuangan pertama yang dikenal anak sehingga sangat menentukan sebagaian besar sikap, karakter, kepribadian dan perilaku anak. Komunikasi interpersonal antar orang tua dan anak atau antar anggota keluarga seringkali dianggap sepele. Namun pada kenyataanya komunikasi ini sangat berpengaruh pada psikologi anak yang dapat menentukan pendidikan, watak, karakter seorang anak. Urgensi ini perlu disosialisasikan oleh pemerintah setempat kepada masyarakat maupun para orang tua untuk mencegah kriminalitas anak di masyarakat.Melalui komunikasi intens yang dibangun oleh orang tua kepada anak menjadi wadah bagi mereka untuk saling bertukar pemikiran, perasaan dan sebagai media orang tua untuk memberi nasihat  anak dalam menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini pada diri anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun