Mohon tunggu...
Novar Kurnia Wardana
Novar Kurnia Wardana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa yang sederhana, sesederhana yang engkau pikirkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia di Persimpangan Jalan: Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya

15 November 2018   11:19 Diperbarui: 18 November 2018   13:14 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : ensiklopedianasionalindonesia.com

Tahun 2018 menjadi persimpangan jalan bagi Bangsa Indonesia. Bangsa kita sedang dipacu membangun infrastruktur fisik, namun juga harus dilakukan Revolusi Mental dalam membangun arsitektur kebangsaannya. Dari sisi pembangunan fisik, oke-lah prestasi Indonesia patut untuk dipuji.

Pemerintahan Joko Widodo telah berhasil membangun berbagai aspek yang menyangkut infrastruktur di Kawasan Indonesia Timur dimana dulunya selalu tertinggal dengan Kawasan Indonesia Barat ataupun Kawasan Indonesia Tengah. Namun, ini menjadil lebih jika sekedar membicarakan ekonomi. Pembangunan jiwa perlu dilakukan berkejaran dengan waktu karena dilahapnya pemuda - pemuda Indonesia oleh degenerasi karakter jati diri.

Manusia Indonesia saat ini seakan rapuh dalam menghadapi globalisasi akan gempuran pasar internasional. Jiwa - jiwa muda yang belum matang terlihat gusar akan jati dirinya dihadapkan dengan ideolog-ideologi transnasional. Pendapat penulis, dengan adanya segala kemudahan dalam berinteraksi dan juga melihat masive-nya akses pasar, pembangunan infrastruktur seperti tidak bernilai jikalau dibandingkan dengan pembangunan mental warganya.

Infrastruktur hanya akan menjadi alat yang terbengkalai dan tidak membawa kemaslahatan dan kesejahteraan untuk umum. Manusia memiliki dua bagian, satu bagian yang bersifat privasi/personal/khas akan dirinya, dan satu lainnya bersifat publik yang melibatkan interaksi dan relasi sosial. Dua hal ini tidak bisa dipisahkan. Namun sayangnya kelemasahan seorang manusia dapat dilihat dari aspek dirinya yang bersifat publik.

Contohnya sudah banyak, seseorang dengan latar belakang baik dapat terjerumus dalam hal negatif ketika memiliki jabatan publik. Jangankan hanya bicara dalam satu orang, dalam hal yang lebih besar pun (partai politik, lembaga perwakilan, birokrasi, aparatur penegak hukum, bahkan organisasi-organisasi keagamaan) masih mengalami masalah integritas.

Krisis jati diri terhadap publik menandakan lemahnya proses budaya pendidikan dalam pengembangan kecerdasan kewargaan. Umumnya pendidikan di Indonesia lebih condong pendidikan ke personal tiap - tiap individunya tanpa memperdulikan kecerdasan sosial terhadap sesamanya. Individu di Indonesia seperti alfabet yang dimana antara satu dengan lain yang memiliki bentuk khas sendiri- sendiri. 

Namun huruf-huruf itu apabila disusun tidak menjadi sebuah kata sehingga pupus harapan  untuk menjadi sebuah kalimat bersama. Akibatnya apa? Manusia Indonesia menjadi cerdas namun enggan menjadi cerdas yang sadar akan hak dan kewajibannya.

WR. Supratman dahulu kala sudah mengingatkan lewat lagu kita, Indonesia Raya, "bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!". Beliau sudah memperingatkan bahwa jiwa bangsa ini perlu untuk dibangun dan diberi benih-benih ke-Indonesia-an.

Sebab kesuksesan suatu negara tidak bisa diukur hanya dari melihat bagaimana ia bisa menampung dan melayani aspirasi rakyatnya, namun juga harus dapat mendidik rakyatnya agar dapat bertindak dan sanggup menjadi warga yang baik dan memiliki budaya kewargaan dan kenegaraan. Karena itu, salah satu cita - cita negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun