Mohon tunggu...
novance silitonga
novance silitonga Mohon Tunggu... Penulis - senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh Gaduh Pemilu: Gerakan People Power

24 Mei 2019   14:27 Diperbarui: 24 Mei 2019   14:34 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden telah berlangsung, rakyat menanti real count atau penghitungan resmi oleh lembaga otoritas penyelenggara pemilu. Tampaknya para vokalis kedua pasangan calon masih saja berdebat dan saling klaim sebagai pemegang mandat rakyat (presiden terpilih). Saling nyinyir dan olok-olok "siap presiden" menjadi senandung politik. Bersamaan dengan ini, para penyelenggara pemilu jatuh berguguran.

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, secara sinis menyebut, tidak ada orang meninggal gara-gara kelelahan. Pernyataan seperti ini disebut sofistri, sebuah penalaran yang masuk akal namun keliru. Benar tidak ada orang meninggal gara-gara kelelahan tetapi faktor utamanya bukan kelelahan, melainkan ada riwayat penyakit yang cukup parah secara medik.

Sontak pernyataan tersebut ditafsirkan secara luas oleh masyarakat sebagai tindakan yang disengaja oleh pihak-pihak yang menginginkannya. Tuduhan seperti dibunuh, diracun, diguna-guna (mistik) sudah mulai terdengar. Tuduhan seperti ini dapat dipastikan mengada-ada dan omong kosong. Kemenkes telah melakukan pemeriksaan berdasarkan audit medis dan otopsi verbal dan hasilnya para pahlawan demokrasi ini meninggal karena memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Senada dengan itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga menegaskan bahwa ratusan petugas pemilu yang meninggal disebabkan oleh alasan medis seperti penyakit jantung.

Kisruh dan Gaduh Pemilu

Pemerintah sebaiknya melakukan pemetaan isu paska pemilu berlangsung - walaupun penulis yakin bahwa pemerintah telah melakukannya -- Dari isu-isu tersebut akan diberikan kategori tertentu mulai dari ringan (riak kecil yang sifatnya lokal, berkembang sebatas milieu para pendukung pasangan calon presiden), moderat (mengancam satu kawasan/wilayah/provinsi, namun punya potensi efek bola salju di kawasan sekitarnya) dan berat (mengancam stabilitas nasional).

Akhir-akhir ini sudah semakin sering rakyat mendengar istilah people power. Dalam konteks Pemilihan Presiden 2019, people power ini merujuk kepada upaya rakyat melakukan mosi tidak percaya dan protes keras kepada penyelenggara pemilu dan pemerintah yang dianggap berlaku tidak demokratis dan curang dalam penyelenggaraan pemilu dengan cara "unjuk kekuatan" bersama rakyat. Adalah Amien Rais, tokoh reformasi yang dihormati, yang awal sekali membuat pernyataan kontroversial ini.

Barangkali pernyataan ini harus dianggap sebagai sebuah peringatan kepada Komisi Pemilihan Umum agar dalam bekerja harus benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitas, netralitas dan menjaga kewibawaan sebagai insan yang berintegritas. Sekaligus pernyataan ini boleh jadi mengingatkan pemerintah untuk tidak mengintervensi KPU dengan segala macam cara demi mempertahankan kekuasaan. Sepanjang yang dimaksud adalah benar demikian, pernyataan ini bisa dimaklumi dan dianggap sebagai pesan moral dari seorang guru bangsa. Namun jika maksudnya adalah lain daripada itu, bisa saja menjadi isu yang berkategori mengancam stabilitas nasional dengan mengajak massa/rakyat banyak turun kejalan.

Tidak ada yang bisa memastikan ada agenda lain diluar people power sebatas aksi protes keras karena dugaan kecurangan yang sangat tidak berkeadilan. Aksi-aksi people power seperti itu, rentan dan mudah sekali disusupi oleh aksi-aksi makar, upaya mengganti pemerintahan yang sah. Walaupun aksi menyatakan kebebasan berekspresi dan berpendapat di jamin oleh undang-undang, namun tetap saja memiliki batasan yang layak. Jika ditemukan ada upaya makar atau setidak-tidaknya percobaan upaya makar, tentu ancaman pidana bisa diberikan kepada aktor intelektualnya.

Wajar jika pemerintah mengambil langkah-langkah antisipatif. Langkah awal adalah membuat pernyataan peringatan, tergambar dari komentar Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto "dapat terjadi aksi unjuk rasa atau bahkan penyerangan terhadap kantor-kantor penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu yang sudah kami prediksi". Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, "Ini sekelompok kecil orang, tetapi mengganggu yang lain". Mantan Kepala BIN, AM. Hendropriyono "WNI keturunan Arab cobalah mengendalikan diri, jangan memprovokasi rakyat."

Langkah selanjutnya adalah membentuk satuan tugas dengan membentuk tim pengawas pernyataan tokoh di media massa. Tentang ini, Mekopolhukam, Wiranto mengatakan bahwa tim akan mengkaji ucapan, tindakan dan pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapapun dia, yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum. Langkah berikutnya adalah penegakkan hukum. Langkah ini bukan pekerjaan mudah karena pemerintah harus memperhatikan dengan seksama batas-batas pelanggaran hukum dengan batas-batas hak individu/warga negara untuk berekspresi yang dijamin oleh undang-undang.

Rakyat Tak Perlu Khawatir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun