Mohon tunggu...
Novaldi ARaska
Novaldi ARaska Mohon Tunggu... Lainnya - Penyembah Tuhan Yang Ahad

Sekadar tulisan penghambaan diri kepada Yang Maha Agung.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hasrat

18 Juni 2021   16:35 Diperbarui: 12 November 2022   07:43 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasrat

Aku masih ingat suatu malam, di mana kita saling bercumbu dengan tulus. Bibir ke bibir, mata ke mata. Saling mendekap dengan erat; Merapatkan tubuh tanpa celah. Sebuah situasi yang memungkinkan kita, untuk saling memahami satu sama lain. Mulai berbagi bahagia tanpa kata. Dan saling menceritakan lara tanpa lirih. Dibarengi pagutan hasrat sebab takut akan kesendirian.

Beberapa suara instrumen musik yang lembut, membantu kita menikmati keadaan. Membuat kita semakin tenggelam, ke dalam ruang yang kita ciptakan. Tidak butuh waktu yang lama. Dalam pagutan penuh hasrat, kita telah berdiri di depan pintu masing-masing. Tetap tanpa suara, kita saling melangkah mendekat. Kau yang datang bawakan bagian diriku yang telah lama hilang; Mengulurkan tangan yang mungil untuk kugenggam. Dan aku melebarkan sayapku, berusaha berikan naungan yang nyaman agar kau tetap tinggal.

Dalam balutan kemesraan ini, aku sedikit mengintip wajahmu. Membuka sebelah mata, hanya untuk memastikan bahwa kau menikmati waktumu bersamaku. Lalu kembali menutup mataku, agar diriku kembali menikmati kebersamaan. Setelah merasa cukup, kau dan aku menarik diri. Memperlihatkan bibir yang telah basah karenanya. Kita mulai mengatur napas yang berlari bebas, sembari saling menatap penuh arti.

Semua akhirnya berakhir, saat kau berikan senyum yang berisi kepedihan dan beranjak pergi. Berjalan semakin jauh, hingga lamat-lamat menghilang dari pandanganku. Aku yang masih berdiam diri, menguatkan hati untuk berdiri menuju ujung ruangan. Menghampiri dan menghentikan gaung instrumen musik, yang kini entah mengapa terasa mengganggu. Kemudian memutuskan untuk berbaring, memeluk bayangmu yang masih tertinggal.

Kembali ke hari ini; Aku masih ingat gairah itu. Merindukan aromamu yang begitu kuat, melekat dalam ingatanku. Inginku bertemu dan menceritakan bagaimana hari-hariku berjalan setelahnya. Yang membuatku tercekik dan terhempas di tengah perbatasan; Kehidupan dan kematian yang samar.

Medan, 12 April 2020

--------

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun