Mohon tunggu...
Nova UlailaDewi
Nova UlailaDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - I'm simply an accident. Why take it all so seriously?

I like to discuss abstract concepts. My passion is bring (something) into existence.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sutan Sjahrir: Si Pembangkang Namun Pejuang

5 Mei 2021   15:01 Diperbarui: 5 Mei 2021   15:08 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dari sekian banyak nama pahlawan yang dimiliki Indonesia, mungkin tak pernah terbesit dalam pikiranmu untuk menyebut nama Sutan Sjahrir. Pahlawan proklamasi tentu identik dengan Soekarno dan Hatta. Namun, tampaknya kamu perlu menengok juga sepak terjang Sutan Sjahrir. 

Beliau adalah perdana menteri pertama yang dimiliki Indonesia setelah merdeka. Mungkin beliau tidak hadir saat Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, Sutan Sjahrir merupakan aktor underground yang memiliki andil sebelum, ketika serta setelah kemerdekaan Indonesia.  Jadi seperti apa sosok Sutan Sjahrir? simak saja ringkasan kisah hidupnya di sini. 

Sosok yang Tak Lupa Diri

Sutan Sjahrir lahir pada 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat, beliau adalah anak dari pasangan Mohamad Rasad Gelar Maharajo Sutan dan Puti Siti Rabiah. Ayahnya adalah seorang kepala jaksa, jabatan inilah yang membuat Sutan Sjahrir hidup dalam kecukupan. Beliau sukses lulus dari ELS, MULO, hingga AMS (setara SD, SMP, dan SMA). Rasa syukur atas kehidupan yang beliau miliki ditunjukkannya dengan kesungguhan selama bersekolah. Sutan Sjahrir adalah sosok yang cerdas dan aktif dalam berbagai kegiatan. Di usia yang masih muda, yaitu 18 tahun, Sutan Sjahrir mendirikan sekolah untuk kaum miskin di Bandung yang diberi nama Tjahja Volksuniversiteit (Universitas Rakyat Cahaya). Di usia itu juga Sutan Sjahrir dipercaya menjadi pengurus di Jong Indonesien yang kemudian berubah nama menjadi Pemuda Indonesia. Sutan Sjahrir bahkan berperan dalam terselenggaranya Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Rasanya tak banyak kata yang bisa menggambarkan Sutan Sjahrir muda ini selain cerdas, ulet, dermawan, hingga cinta tanah air. Coba bayangkan, bisakah anak muda zaman sekarang memiliki sifat layaknya Sutan Sjahrir ini? Hampir sama seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir pun seorang aktivis organisasi saat kuliah di Belanda.  Masih ingat kisah Mohammad Hatta yang mulai melek dunia politik ketika kuliah di Belanda? Begitu pula dengan Sutan Sjahrir ini. 

Sutan Sjahrir belajar buku dari tokoh-tokoh dunia seperti Friedrich Engels, Otto Bauer, Karl Marx, dan Rosa Luxemburg. Pengalaman beliau bekerja di sebuah perusahaan transportasi juga membuatnya sadar betapa begitu banyak ketidakadilan bagi kaum pekerja. Inilah yang kemudian membuat Sutan Sjahrir memiliki gagasan sosialis demokratis yang mengusung kesetaraan dan keadilan. 

Sutan Sjahrir bertemu dengan Mohammad Hatta yang saat menjadi pemimpin Perhimpunan Indonesia di Rotterdam. Bersama Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir menerbitkan surat kabar Daulat Ra'jat untuk menyerukan pemberontakan kepada pemerintahan Belanda. Keduanya kemudian mendirikan PNI Baru yang memiliki cita-cita untuk menjadikan Indonesia merdeka seutuhnya.

Jika Mohammad Hatta memilih untuk tetap di Belanda dulu sembari menyelesaikan studi, maka Sutan Sjahrir memiliki pemikiran yang lain. Beliau lebih dulu kembali ke Batavia dengan sebuah misi mulia, yaitu merekrut bibit-bibit muda untuk ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan melalui PNI Baru. Kaderisasi yang dilakukan Sutan Sjahrir adalah dengan mengajarkan ide-ide Karl Marx yang mengusung kesejahteraan sosial, kesetaraan, serta kemandirian ekonomi. 

Gerakan bawah tanah yang dilakukan Sutan Sjahrir ini memang sempat membuat Belanda kewalahan. Setelah Mohammad Hatta juga kembali dari Belanda, duet Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta menjadi semakin tak terpisahkan. Kaderisasi PNI Baru semakin berkembang hingga memiliki 1000 anggota. Meski dengan metode yang sangat jauh berbeda daripada PNI bentukan Soekarno, Sutan Sjahrir yakin bahwa dengan cara ini kemerdekaan Indonesia bisa didapat.

Berada di bawah bayang-bayang Mohammad Hatta tak menjadikan Sutan Sjahrir merasa rendah diri. Justru di saat sang senior sedang fokus pada pendidikannya, Sutan Sjahrir berinisiatif untuk lebih dulu menanam bibit muda yang akan menjadi senjata saat merebut kemerdekaan kelak. Di sini kamu melihat bahwa usia muda tak pernah menghambat seseorang untuk bisa berbuat hal yang lebih besar.

Pengasingan di Digul dan Banda Neira 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun