Mohon tunggu...
Nova Enggar Fajarianto
Nova Enggar Fajarianto Mohon Tunggu... Freelancer - anak muda yang akan terus belajar

Penggiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Takut Disebut "Ndeso", Ini Nikmatnya Hidup di Desa

31 Oktober 2019   16:59 Diperbarui: 1 November 2019   16:24 1936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock via properti.kompas.com

Selama hampir 18 (delapan belas) tahun, hidup aku berada di pedesaan. Lingkungan yang tenang, nyaman, dan sederhana mewarnai hari-hariku selama belasan tahun. Meskipun jauh dari perkotaan, namun rasa nyaman di desa tak pernah bisa digantikan oleh apapun. 

Bahkan jika disuruh memilih, tidur di hotel berbintang atau tidur di tengah sawah di bawah pohon yang rindang. Aku akan memilih tidur di sawah yang berada di desa, tanah kelahiranku.

Aku bisa berbicara demikian karena telah diberi kesempatan oleh Allah untuk merasakan semuanya. Aku dibesarkan di desa dan saat ini bekerja di perkotaan. Sehingga aku punya penilaian atas itu. 

Tidur di hotel, kasurnya empuk, ada bedcovernya, full AC, kamar mandi ada bathubnya, view luar kota atau pemandangan alam yang bagus dari jendela kamar, dan fasilitas lainnya yang serba mewah.

Sedangkan di desa, jauh dari itu semua. Jika ada yang fasilitas seperti hotel, itu hanya berlaku bagi orang-orang yang kaya raya dan serba kecukupan. 

Mungkin banyak orang tidak setuju dengan pendapat yang aku utarakan, bahwa di desa lebih enak daripada di kota. Tapi memang begitu adanya. Jauh di dalam hatiku, aku selalu merindukan ketenangan pedesaan dengan kebiasaan yang tradisional dan sederhana. 

Boleh aku bercerita tentang gerobak sapi yang selalu mengantarkan eyangku ke sawah hanya untuk membawa padi yang habis dipanen. Gerobak sapi milik eyangku beratapkan langit, beralaskan kayu. Dan pada saat kecil aku sering ikut eyang naik gerobak melewati jalanan yang berbatu. Rasanya goyang terus. Kadang ke kanan kadang ke kiri. 

Jika hujan kehujanan, basah-basahan. Ketika panas, kami kepanasan. Namun tetap tenang karena aku selalu memakai topi keren (caping) khas dari eyangku.

Caping adalah semacam topi berbentuk kerucut yang terbuat dari anyaman rotan dan sering digunakan petani untuk nandur (menanam sistem mundur) padi di sawah. Atau bisa juga digunakan untuk ngarit, mencari rumput bagi si kambing dan sapi milik kami.

Bercerita banyak tampak tak elok kepada khalayak ramai yang budiman. Niat hati hanya untuk memberikan informasi bagaimana suasana pedesaan. Agar kita tidak lagi minder jika diejek "Dasar wong Ndeso" (Dasar anak desa) dan bagi anak kota bisa sedikit banyak memahami luar biasanya kenikmatan tinggal di pedesaan.

Kenyamanan Sejati
Seperti yang telah diuraikan dalam ilustrasi di atas bahwa hidup di desa bukanlah menjadikan kita kuper. Justru kita bangga memiliki tanah kelahiran di desa. Banyak orang yang mencari suasana pedesaan. Lihatlah restoran-restoran yang menjamur dengan nuansa desa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun