Mohon tunggu...
Naurah Nazhifah Azzahra
Naurah Nazhifah Azzahra Mohon Tunggu... Jurnalis - @nouranazhif

A human who learning to be human and humanize human.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Buku Universitas Kehidupan Karya Mhd Iqbal

27 Mei 2020   00:35 Diperbarui: 27 Mei 2020   12:15 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

img-20200527-wa0016-5ecdc6c3d541df6c34330573.jpg
img-20200527-wa0016-5ecdc6c3d541df6c34330573.jpg
Judul                    : Universitas Kehidupan- Inspirasi Teladan dari Orang-orang Sekitar
Penulis                : Mhd Iqbal
Penerbit              : Sintesa
Tahun Terbit     : April, 2020
Tempat Terbit   : Surabaya
Jumlah Halaman: xiv + 128 halaman

Sebagai manusia, tentu kita pernah mengalami masa paling berat dalam hidup, bukan?  Seberapa beratnya, hanya masing-masing tokohlah yang bisa menilai dengan serius. Ada yang bingung memilih jurusan, punya cita-cita tapi terkendala oleh minimnya biaya, menjadi tempat bersandar bagi ekspektasi keluarga, dihujani dengan pertanyaan kapan ini dan kapan itu, atau kenapa saya tidak seperti dia dan kejadian lain yang biasa kita alami ketika memasuki fase Quarter Life Crisis (QLC).

Sebelumnya, saya hanya ingin menyampaikan bahwa ‘masalah’ adalah niscayanya kehidupan. Apa yang teman-teman rasakan ‘berat’ itu, mungkin saja karena kita pribadi belum banyak bermain ke luar dari dunia kita yang ‘murung’, atau daripada berkutat dengan kehidupan sendiri lebih baik mengurusi kehidupan orang lain dengan stalking akun-akun media sosial mereka selama 24/7. Bisa menemukan poinnya? Iya, kita sudah terlalu lama melihat ke luar. Jauh-jauh naik ke atas gunung hanya untuk mendapatkan hasil foto yang apik, tapi lupa menyelami diri sendiri, mendengar apa yang hakikinya dibutuhkan.

Bila teman-teman penasaran dengan bagaimana menjalani hidup sambil menyelam jauh ke dasar hati dan dapat menuai hikmah dari setiap fasenya, buku ini sangat saya rekomendasikan. Iqbal sebagai penulis, telah menceritakan kisah hidupnya yang cenderung menyayat hati pembaca. Kisahnya tidak disampaikan secara bertele-tele dan tidak memaksa pembaca berpikir keras karena sifatnya yang praksis dan bukan sekedar teori.

Dimulai ketika beliau sekeluarga mengalami keterpurukan ekonomi dan kakaknya harus berhenti sekolah untuk membantu Bapaknya bekerja-sedangkan masih ada Iqbal yang harus sekolah dan satu adiknya yang  kecil. Berkorban, itulah nilai pertama yang ditanamkan dalam buku ini, maka relevan dengan prinsipnya yang lain; mandiri. 

Mulai bekerja menjadi Tukang Parkir dengan penghasilan hanya Rp 10.000 perpekan, makan sekali dalam sehari, ditolak Universitas impian, dana beasiswa yang tidak kunjung turun, hingga kisah-kisah lain yang cukup dilematis untuk dilalui tanpa bimbingan langsung dari orang tua, di mana saat itu komunikasi terbatas pada media telepon atau pesan singkat.

“Tidak Perlu Malu dengan Kondisi Miskin, Malulah Karena Masih Bertahan dalam Kemiskinan” merupakan salah satu dari sekian judul sub-bab buku ini. Jangan kaget, jika hikmahnya tidak sulit untuk ditemukan. Setiap judulnya sangat menggugah saya pribadi. Bagaimana mengubah mental adalah hal pertama yang diperlukan untuk bertahan dalam Universitas Kehidupan. 

Seringkali kita menganggap diri kita ini adalah yang paling berkorban, paling sakit, dan paling-paling lainnya. Namun kita lupa bahwa kita punya Allah yang senantiasa memberikan kemudahan bersama setiap kesulitan, juga kemampuan di setiap ujian. Berhenti punya mental korban!

Kita punya kendali atas diri kita. Menghadirkan dan mengakui perasaan memang perlu untuk menjadikan diri kita lebih tenang. Ini mengingatkan saya dengan lirik lagu Pegang Tanganku yang dinyanyikan oleh Nosstress: Kalau senang jangan terlalu, kalau sedih jangan terlalu~ Ketenangan yang hadir akan membuat kita lebih bijak dalam menghadapi keadaan. 

Iqbal menggambarkan hal tersebut pada sub-bab yang berjudul “Niat Baik Harus Dilakukan dengan Cara yang Baik”. Ini lumayan nyes, ya? Seringkali kalau kita ada di masa-masa pahit, kita cenderung melakukan hal-hal yang di luar nalar. Selain itu juga banyak nilai lain yang ditonjolkan seperti loyalitas, ikhlas, syukur dan itsar; bagaimana kita, dalam keadaan sulitpun tetap dapat menolong orang lain sebagai bukti dari kepercayaan  akan rizki yang sudah Allah tetapkan.

Memang masih ada beberapa catatan untuk masalah editorial, seperti penggunaan kata “Menyamperin” atau “Hibroh”, tetapi kesan kedaerahan (Deli-red) yang merupakan asal daerah penulis merupakan suatu hal yang mungkin alamiah terjadi dalam setiap bentuk tulisan. Bagaimana penggambaran cerita dan penggunaan istilah ‘kereta’ sebagai sebutan untuk motor membuat kita juga bisa merasakan hawa dari keadaan sebenarnya kurang lebih.

Selain melampirkan kisahnya yang relate-able dan hikmahnya yang tersurat, Iqbal juga melampirkan terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an yang relevan, nih dengan masing-masing kisah tersebut. Sehingga buku autobiografi yang semi motivasi ini, saya rasa merupakan salah satu buku motivasi Islami masa kini dan layak untuk dilahap oleh kita yang sempat digantungin sama buku-buku motivasi barat. Bahwa setiap masalah, solusinya kembali kepada Islam sekaligus menanamkan pada diri kita tentang prinsip dari tawakkal: Hei masalah besar, aku punya Allah yang Maha Besar!

Jadi, sampai kapan mau digantungin? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun