Sebagai prolog atau pendahuluan risiko, coba kita mulai membayangkan bahwa risiko itu sama halnya dengan mencari  persahabatan atau menjalin hubungan sepasang kekasih? Sebelum bersahabat pasti ada tahapan atau proses mulai saling kenal, berbagi cerita, sharing knowledge, dan pertemuan  lainnya. Mungkin risikonya tidak terlalu dihiraukan karena belum terjadi walaupun sudah dipikirkan atau sering diungkapkan?
Cara berpikirnya begini: tentu mempunyai prinsip masing-masing dalam mencari teman atau sahabat? Sih A berkata "kalau saya harus memilih teman yang sesuai dengan tujuan". Sih B berkata "saya mencari teman yang sejalan dengan mempunyai hobi yang sama". Sih C berkata "saya berteman kepada siapa saja asalkan mereka mau berteman dengan saya". Sedangkan Sih D berkata "saya tidak terlalu penting dengan teman karena biasanya menyendiri atau kebiasaannya memang sendiri.Â
Sederhananya memikirkan risiko: dari cerita memilih teman diatas, yang menjadi kekhawatiran atau risiko yang akan muncul seperti "punya teman suka ngomong di belakang, punya teman membocorkan cerita pribadi, punya teman bermuka dua,punya teman ikut-ikutan menjelek-jelekkan teman sendiri, punya teman pura-pura baik di depan, punya teman pinjam barang, uang, dan  harta lainnya suka lupa mengembalikannya dan lain sebagainya.
Ingat !!! risiko tidak hanya materi, karena hampir rata-rata yang belum memamahi tentang risiko, membicarakan takut dengan risiko yang akan dialami padahal belum memulai, itu hal yang wajar karena risiko hanya ketidakpastian atau ketidakmungkinan? Artinya masih ambigu untuk diterjemahkan, namun perlu mengambil langkah-langkah seandainya mengalami permasalahan atau kejadian yang diuraikan diatas lebih mudah menyelesaikannya dan tidak keget dengan keadaan yang sebenarnya.
Begitupun juga "bila anda mencari pasangan untuk dijadikan pacar bahkan sampai ke jenjang pernikahan" asumsi pikirannya adalah yang penting kenalan dulu, pacaran dulu, saling mencintai, dan lain sebagainya. Risiko yang akan muncul bisa saja orang tuanya tidak setuju atas hubungannya, pasangan selingkuh, menikah dengan orang lain, mengalami musibah, atau setelah menikah terjadi perceraian dan seterusnya. Itu risiko yang perlu diantisipasi dan dihadapi, karena bisa menimpa siapa saja?
Mencari teman dan mencari pasangan "bukan suatu perbandingan namun sebagai gambaran bahwa risiko sangat berdekatan dalam kehidupan Anda? Oleh karenanya sebelum memulai sesuatu, sudah bisa memprediksi atau memperkirakan risiko yang akan datang atau risiko yang akan muncul dari setiap berbagai macam kegiatan seperti sebagai karyawan, mahasiswa, pembisnis, wirausaha, politikus, tenaga pengajar,komunitas, atlet, artis, dan semua profesi yang ditekuninya potensi risiko yang akan dijumpai.
Hubungan Risiko dengan Nasib dan Takdir:Â
Sering kali kita berpikir "kenapa sudah bertahun-tahun hidup begini-begini saja dan belum ada perubahan"? Padahal sudah berusaha dan berjuang semaksimal mungkin, apakah mungkin memang karena nasib belum dikehendaki oleh Allah SWT. Atau memang takdirnya diberikan cobaan diawal setelah memulai menjalankan usaha atau bisnis, sehingga dari sisi nasib bisa kita rubah secara berlahan-lahan dengan pengalaman terhadap hal-hal yang perlu dilakukan lebih baik lagi.
Anggap saja begini: salah satu sahabat ingin membuka bisnis bergerak di bidang "kuliner" yang lebih spesifik "Nasi Goreng"? Paling yang dipikirkan bagaimana memulainya, langkah selanjutnya bagaimana kalau gagal, banyak persaingan, penghasilan diluar target yang diharapkan, keuntungan digunakan untuk senang-senang, kekurangan modal dan lain sebagainya. Dengan memulai usaha, kita lebih maju satu langkah artinya semua kemungkinan risiko diatas bisa dikelola dalam melakukan langkah-langkah komprehensif.
Jika digabungkan dengan nasib dan takdir dari usaha nasi goreng tersebut? Kalau perencanaan anda sampai dengan evaluasi belum sempurna "jangan salahkan nasib atau berkata ini takdir saya" selanjutnya buatkan strategi kalau gagal melakukan perencanaan B atau perencanaan C, sehingga dalam menjalankan usaha tersebut sangat terlihat ambisi dan optimis untuk merubah nasib dan melawan takdir agar usaha nasi goreng tidak menjadi gagal total dalam arti bangkrut yang membuat anda pasrah dalam situasi tidak menentu.
Jadi, takdir dan nasib itu tergantung dengan apa yang kita lakukan "walaupun takdir sudah ditentukan oleh Allah SWT" namun kita masih mempunyai nasib yang perlu diperjuangkan. Sehingga apapun yang terjadi kedepannya, merupakan hal yang harus dihadapi dengan kenyataan baik itu musibah atau risiko yang lebih besar, sebagai bahan koreksi dan evaluasi diri bisa saja kita kurang sedekah, amal, kurang berbagi atau kurang berbuat baik kepada sesama.Â