Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jurnalisme Harapan dan Mimpi Aristides Katoppo

24 Juli 2021   10:23 Diperbarui: 24 Juli 2021   16:32 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam komunikasi ada yang disebut sebagai terpaan media. Informasi yang berulang-ulang disampaikan kepada publik lamban laun akan berpengaruh terhadap perilaku pembaca. Cara peliputan media massa dampaknya akan dirasakan oleh para penyintas (survivors) dan keluarganya, masyarakat maupun bagi jurnalis peliput itu sendiri. 

Bila peliputan dilakukan dengan tepat sesuai dengan karakterikstik peristiwa tersebut maka hal ini dapat menjadi bagian dari proses pemulihan penyintas. Sebaliknya, bila peliputan dilaksanakan dengan kurang peka maka akan timbul efek-efek negatif seperti trauma ulangan (retraumatisasi) yaitu keadaan di mana korban (pembaca) merasa seperti mengalami kembali kejadian tersebut.

Menyajikan berita Covid-19 yang berlebihan dan tidak proporsional apalagi -- maaf -- dengan motif komunikasi agar diklik banyak pembaca (clikbait) dengan pemakaian kalimat menyeramkan; menakutkan bahkan menyeramkan, akan melahirkan efek-efek negatif yang saya sebut tadi. Pengelola kota di Wuhan -- daerah di China -- yang disebut sebagai sumber pertama kali munculnya kasus Covid-19 kini sukses mengatasi pandemi virus berbahaya itu. 

Salah satu caranya dengan meredam pemberitaan mengenai Covid-19 yang menyeramkan tersebut. Pemerintah Singapura juga melakukan hal itu. Beda dengan di Indonesia di mana media arus utama berlomba-lomba untuk menayangkan rekor jumlah kematian akibat pandemi Covid-19 tersebut bahkan dihiasi dengan ilustrasi yang buat bulu kudu merinding.

Seharusnya media arus utama menyajikan fakta harapan di tengah kondisi seperti itu. Peluang membagi harapan seperti yang diimpikan Pak Aristides Katoppo itu ternyata telah ambil media sosial dengan menyebar semangat saling berbagi dengan mereka yang terdampak pandemi Covid-19. 

Contohnya bagaimana Youtuber Doni Salamanan membagi duit di jalan raya di Bandung kepada pengendara sepeda motor. Ada lagi pria bermasker yang naik Alpharda yang juga ikut melakukan hal serupa kepada ojek online. 

Itu hanya contoh tetapi itulah sebenarnya "jurnalisme harapan". Semangat berbagi dan menolong di tengah kesusahan seperti sekarang ini telah menjadi obat di tanah tandus di siang bolong.

Bersyukur belakangan Polri dan TNI ikut juga melakukan tindakan serupa yang dikemas dengan nama bantuan sosial (bansos) lepas dari perintah langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sepatunya media arus utama ikut memberi andil. Ya setidaknya dengan menyebarkan berita atau reportase yang memberi harapan. Sehingga masyarakat terobsesi untuk bangkit dan semangat untuk keluar dari pandemi Covid-19. 

Dibutuhkan sebuah tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Saya tidak menggunakan istilah pers bebas yang bertanggung jawab seperti di masa Orde Baru. Karena apalah artinya sebuah nama.  

Sosok Aristides Katoppo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun