Mohon tunggu...
Norberth Javario
Norberth Javario Mohon Tunggu... Konsultan - Pengelana Ilmu

Menulis semata demi Menata Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Patung Bunda Maria di Antara Kastil, Taj Mahal, Monas, dan Monumen Seroja

25 Juli 2021   19:38 Diperbarui: 26 Juli 2021   19:59 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Google

Berada di bawah sebuah patung raksasa tentulah menimbulkan sensasi tersendiri, apalagi patung tsb dianggap merupakan representasi dari Bunda-Nya. Dengan ukurannya yang besar, patung ini sudah pasti bakal menjadi ikon baru kabupaten Belu. Ya, hasil karya manusia yang meraksasa akan selalu mengundang decak kagum, entah itu berupa patung, monumen atau pun gedung karena memadukan seni dan teknik tinggi di luar kemampuan awam.Mari kita mundur ke belakang, ke masa sebelum tahun 1776....

Saat itu, para bangsawan eropa zaman pertengahan tak tahu (atau belum tahu) cara menginvestasikan pendapatannya. Mereka memeluk etika kemurahan hati dan konsumsi mencolok. Hartanya dihabiskan utk jamuan makan, turnamen mewah, perang dan membangun kastil serta katedral megah. Hampir semua bangunan yang didirikan mereka menjadi bangunan bersejarah nan ikonik, menjadi tujuan wisata manusia masa kini yang hidup berabad-abad sesudahnya.

Di India, Kaisar Moghul begitu royal sampai membangun monumen megah Taj Mahal sebagai tanda sayang buat istrinya.

Mundur ke belakang lagi, sejarah mencatat bahwa raja Nebukadnezar II dari Babylonia baru menghadiahi Amytis, permaisurinya, sebuah taman bertingkat sebagai bentuk tanda sayang pada istrinya itu. Saking mempesonanya, hadiah dlm bentuk taman tsb kelak jadi salah satu keajaiban dunia yang pernah dibangun manusia.

Dari peradaban Mesir kuno, Firaun mencurahkan segala sumber daya utk membangun piramida, salah satu arsitektur raksasa yg tak habis-habisnya diteliti. Membayangkan bagaimana piramida dibuat hanya membuat pening isi kepala kecil ini. Oleh karenanya, mengunjungi utk mengira-ngira misteri di belakangnya selalu menjadi daya tarik tersendiri.

Kesamaan hal-hal di atas adalah: semua monumen megah yang dibangun tsb menghabiskan begitu banyak sumber daya untuk menghasilkan kegiatan yang tidak produktif! Semua harta kekayaan dan apa pun sumber daya yang ada pada penguasa kala itu difokuskan utk menciptakan hal sensasional yg sifatnya konsumtif.

Semua berubah sejak tahun 1776, saat seorang ahli ekonomi dari Skotlandia, Adam Smith, menerbitkan The Wealth of Nations. Ia mengajukan argumen baru berikut: ketika seorang tuan tanah, penenun, atau pembuat sepatu memperoleh laba lebih besar daripada yang dia butuhkan utk menafkahi keluarganya sendiri, dia menggunakan kelebihan itu utk mempekerjakan lebih banyak asisten, guna semakin meningkatkan labanya. Semakin banyak laba yg dia peroleh, semakin banyak asisten yg bisa dia pekerjakan. Kesimpulannya, peningkatan laba pengusaha swasta adalah dasar peningkatan kekayaan dan kemakmuran kolektif. Laba produksi harus diinvestasikan kembali utk meningkatkan produksi. Ini mendatangkan lebih banyak laba, yang lagi-lagi diinvestasikan kembali utk produksi, yg mendatangkan lebih banyak lagi laba,  demikian tak habis-habis.

Gagasan yg nampaknya biasa-biasa saja bagi kita ini tergolong revolusioner pada zamannya. Ya, biasa-biasa saja karena kita hidup di zaman berbeda. Saat ini, bukan cuma pebisnis yg berpikir dengan kredo dari Adam Smith. Masyarakat biasa dan lembaga pemerintahan juga berpikir serupa. Buah-buah pemikiran Adam Smith telah sukses merasuki semua lapisan masyarakat di seluruh bagian bumi sehingga pantaslah ia dijuluki pelopor ekonomi modern. Di masa ini, obrolan ringan di warung kopi sederhana pun melibatkan tema bagaimana meningkatkan pendapatan dari kelebihan laba/gaji dengan membeli saham atau menemukan ide baru guna memperluas usaha yg ada.

Ketika pemerintah mempertimbangkan utk berinvestasi pada proyek tertentu, pertanyaan awal biasanya adalah, "Apakah proyek itu menghasilkan pertumbuhan ekonomi?" Atau, "Apakah ada tambahan keuntungan/laba dari proyek ini?" Jika pihak-pihak yg berhubungan dengan proyek tsb kesulitan menemukan jawaban utk pertanyaan tadi, tentulah bakal gelagapan diserang, bukan saja oleh DPR, tapi juga oleh netizen via medsos.

Kita bisa melihat di sini, bahkan seorang warganet yg mengaku anti kapitalis pun mengharapkan pemerintah bersikap layaknya kapitalis, sebuah sistem yg ditelurkan Tuan Adam Smith, lelaki jenius dari Skotlandia. Permintaannya jelas yaitu uang rakyat yg bersumber dari pajak haruslah diperuntukkan utk menghasilkan keuntungan lagi. Sungguh, betapa kita berada dalam ironi kehidupan tak ada habisnya, bukan?

Pada situasi pembangunan Patung Bunda Maria di Teluk Gurita ini, pemerintah Belu banjir kritikan. Mungkin saja, pada sebuah sudut, Bupati Belu sementara merenungi nasib kenapa ia tidak berada dalam ruang dan waktu yg sama seperti saat Sukarno memutuskan membangun Tugu Monas dan Istora Senayan. Atau seperti saat Ibu Tien Suharto memberikan idenya demi Taman Mini Indonesia Indah. Hal-hal tsb dianggap proyek mercusuar di tengah situasi bangsa yg didominasi kemiskinan serta keterbelakangan karena alokasi dana yg digelontorkan utk proyek-proyek tsb tergolong besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun